EKBIS.CO, JAKARTA -- Pembahasan perubahan Undang-Undang Minyak Bumi dan Gas (Migas) No 22/2001 dinilai harus dipercepat.
Sehingga, kepastian pada kebijakan Migas pascapembubaran BP Migas bisa terjadi. Selama ini, ketidakpastian regulasi akibat pembubaran tersebut menimbulkan hambatan investasi di sektor hulu migas.
"Dengan bubarnya BP Migas, maka SKK Migas legal standingnya apa? Karena semua kontrak atas nama BP Migas. BP Migas dibentuk atas dasar UU sementara SKK Migas dengan Perpres," kata Sekretaris Fraksi Partai PDI Perjuangan, Bambang Wuryanto dalam diskusi bertajuk "Minyak dan Gas Bumi untuk Sebesar-besarnya Kemakmuran Rakyat" di kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, (29/1).
Bambang mengatakan saat ini Indonesia sedang darurat konstitusi di sektor hulu migas. Menurutnya, terjadi ketidakpastian hukum yang membahayakan dan menimbulkan kegelisahan.
Bahkan investasi bidang migas bisa berhenti karena tidak ada ketidakpastian hukum. "Revisi UU Migas harus diselesaikan," kata Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Energi ini.
Pengamat Hukum Internasional Hikmahanto Juwana menyatakan, pembubaran BP Migas oleh Mahkamah Konstitusi menyebabkan pemerintah kerepotan membentuk pengganti BP Migas.
"Solusinya merevisi UU yang mengatur BP Migas dengan memasukkan pasal tambahan atau menyusun UU baru yang mengatur pengganti BP Migas," ujarnya.