EKBIS.CO, JAKARTA -- Setidaknya sudah enam emiten yang memutuskan untuk melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) di kuartal pertama 2013. Namun ternyata hanya sedikit dari emiten tersebut yang menunjukkan kenaikan harga saham pascapembukaan harga setelah melantai.
Satu lagi emiten akan melakukan initial public offering (IPO) di akhir kuartal pertama, yakni PT Dyandra Media Internasional (DMI). Analiss Trust Securities Reza Priyambada mengatakan perseroan memiliki potensi yang cukup menarik pelaku pasar. "Dyandra memiliki bidang usaha yang unik dan kinerja yang sangat memuaskan," ujar Reza akhir pekan lalu.
Dalam prospektus Dyandra akan menawarkan harga saham perdana Rp 350 per lembar saham. Perseroan akan melepas sebanyak 1,282 miliar saham atau setara dengan 30 persen dari modal disetor. Diperkirakan total dana yang diperoleh perusahaan adalah senilai Rp 448,7 miliar.
Reza mengungkapkan harga Rp 350 merupakan harga yang tepat bagi perseroan, meskipun untuk harga saham perdana masih dinilai tinggi. Namun dengan kinerja yang baik dan keunikan bidang kerjanya, Reza meyakini harga saham Dyandra bisa mencapai target resisten Rp 410-420 per lembar saham. Harga ini merupakan batas maksimal penawaran harga perdana DMI, yaitu Rp 315-415.
Apabila perseroan memperoleh harga Rp 415 per lembar, dana yang diperoleh perseroan dengan harga tersebut adalah Rp 532,03 miliar. "Bila perseroan bisa mencapai harga tersebut, maka target berikutnya adalah Rp 450-500 per lembar," kata Reza.
Dyandra bergerak di industri meeting, incentive, convention, and exhibition (MICE). Industri ini tergolong dalam industri kreatif. Reza menilai prospek industri ini cukup baik dalam beberapa tahun ke depan di tengah persaingan perusahaan yang bergerak di industri serupa. Sebelumnya perseroan menargetkan pertumbuhan laba bersih sebesar 35 persen dengan kontribusi terbesar dari pendapatan even organizer sebesar 70 persen.
Bila berjalan sesuai rencana, Dyandra akan menjadi emiten ketujuh yang melantai di bursa. Sejauh ini sudah ada enam emiten yang melakukan IPO. Sayangnya tidak semua emiten yang melantai awal tahun ini mencatatkan prestasi yang memuaskan.
PT Bina Buana Raya Tbk (BBRM) merupakan emiten pertama yang melantai tahun ini. Perseroan pelayaran ini melepas sekitar 24,3 persen sahamnya ke publik. Emiten kedua yang melantai di bursa adalah PT Saraswati Griya Lestari Tbk (HOTL) dan dilanjutkan PT Sarana Meditama Metropolitan Tbk (SAME).
Perusahaan perkebunan pertama yang melakukan initial public offering (IPO) adalah PT Multi Agri Gemilang Plantation Tbk (MAGP), dilanjutkan oleh perusahaan transportasi PT Trans Power Marine Tbk (TPMA). Emiten terakhir yang melantai adalah PT Steel Pipe Industry Tbk (ISSP).
Namun dari enam emiten yang melantai hingga Februari ini hanya satu yang menunjukkan pergerakan positif. Reza mengungkapkan ada emiten yang mengalami oversubscribe hingga 832 kali namun sahamnya tidak menunjukkan kenaikan harga setelah ditawarkan kepada publik. "Padahal jika diperhatikan harga saham perdana yang ditawarkan tidaklah mahal," kata Reza.
Hanya TPMA yang berhasil melakukan IPO yang mencatatkan kenaikan bila dibandingkan antara hari pertama melantai di bursa ataupun jika dibandingkan dengan harga penentuan IPO. TPMA menawarkan harga saham perdana Rp 230. Pada pembukaan harga saham perdana harganya naik menjadi Rp 300 dan pada penutupan hari pertama saham TPMA mencapai level Rp 345.