EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) mencatat porsi kredit ekspor hanya 1,8 persen dari total kredit perbankan.
BI mencoba mendorong dengan memberikan insentif, yakni penggunaan kredit ekspor untuk menggantikan kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang dipatok porsinya minimal 20 persen.
"Porsi kredit ekspor 1,8 persen, sedangkan kredit impor 1,4 persen. Masih rendah meskipun pertumbuhannya signifikan," ujar Deputi Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI Dwityapoetra S. Besar, Rabu (26/6).
Perbankan diharapkan bisa lebih giat melakukan pembiayaan, tetapi harus memperhatikan resiko dan menjaga tingkat kredit bermasalah (NPL).NPL kredit ekspor saat ini 3,4 persen, sedangkan NPL impor 1,5 persen.
Dwitya mengatakan, bank sentral mendorong intermediasi ke sektor ekspor dari sisi regulasi, yakni dengan memperbolehkan bank menggantikan kredit UMKM dengan kredit ekspor dalam memenuhi porsi 20 persen kredit UMKM dari total kredit.
"Kredit ekspor, karena dinilai produktif bisa menggantikan porsi kredit UMKM," ujar dia. BI pun mendukung upaya perdagangan internasional dengan menurunkan pricing ekspor dan meningkatkan capacity building perbankan di bidang ekspor dan impor.
Dwitya juga mengatakan, BI mendukung berbagai upaya yang dilakukan pihak lain untuk mendorong peningkatan pemahaman pelaku ekspor impor sehingga ke depannya dapat meningkatkan kredit.
Peningkatan pemahaman terhadap ekspor impor salah satunya dengan diluncurkannya Standar Internasional Praktik Perbankan (ISBP) oleh Kamar Dagang Internasional (ICC).
ISBP versi terbaru ini ditujukan untuk memberikan pemahaman dan pedoman yang lebih baik bagi pelaku ekspor dan impor indonesia dalam transaksi perdagangan internasional, khususnya dalam penggunaan Letter of Credit (LC).
"Dengan pemahaman yang lebih baik terhadap dokumen ekspor akan mendorong peningkatan pembiayaan ekspor dan memberikan pengaruh yg positif," ujar dia.
ISBP adalah standar global untuk transaksi perdagangan antarnegara yg telah terbukti dapat meminimalisasi penyimpangan dan kesalahpaman antarpelaku perdagangan dari negara-negara dengan hukum perdagangan dan perbankan berbeda.
Pemahaman yang baik atas ISBP akan mengurangi resiko dan biaya-biaya tak terduga bagi pengusaha yang melakukan perdagangan internasional sehingga potensi terjadinya permasalahan dan perselisihan dan perdagangan internasional akan berkurang.