EKBIS.CO, JAKARTA -- Pungutan yang akan dibebankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada perbankan dinilai akan menambah beban operasional. Pungutan akan resmi diterapkan pada 1 Maret 2014 dengan besaran 0,03 persen dari total aset.
Direktur Keuangan PT Bank Internasional Indonesia, Tbk (BII) Thila Nadason mengatakan, pungutan OJK akan menambah beban operasional perusahaan. Namun Perseroan akan mencari cara agar tidak dibebankan pada nasabah. "Bisa melalui pengelolaan biaya dilakukan melalui strategic cost management program yang telah dimulai sejak 2013," ujar Thila baru-baru ini.
Thila mengaku pihaknya tidak bisa menolak pungutan tersebut karena telah menjadi Perpres. Ia akan tetap membayar pungutan tersebut. "Mau gimana lagi, sudah keputusan pemerintah. Aturannya sudah ditandatangani, ya kami akan bayar," ujarnya.
PT Bank Pembangunan Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Bank DKI) juga menilai pungutan OJK akan memperbesar biaya dana atau cost of funds. Padahal biaya dana saat ini cenderung meningkat karena persaingan likuiditas.
Direktur Utama Bank DKI Eko Budiwiyono mengatakan, pihaknya akan mengikuti iuran tersebut kendati akan menjadi tambahan biaya cukup besar. "Belum lagi dengan premi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Ini akan memperbesar cost of fund kita," ujar Eko.
Bank DKI tengah mencari cara untuk menutupi biaya tersebut. Salah satunya adalah dengan membebankan biaya tersebut pada nasabah. "Kita harus memikirkan efisiensi dan ini harus kita kelola agar bank kita lebih efisien," ujar dia.
PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional, Tbk (BTPN) juga mengaku akan melakukan efisiensi di bagian lain agar beban operasional tak bertambah. Direktur Keuangan BTPN Arief Harries mengaku tidak akan membebankan hal tersebut pada nasabah. "Jumlahnya itu bukan sesuatu yang signifikan. Ada dampak tapi ga akan besar," ujarnya.
BTPN mengaku siap jika pungutan diterapkan. Arief mengatakan, pungutan OJK adalah bagian dari good corporate. "Itu bagian dari biaya yang harus kita perhitungkan," ujarnya.