EKBIS.CO, JAKARTA -- Baitul Mal wa Tamwil (BMT) Indonesia mengeluh tidak adanya undang-undang (UU) yang mengatur koperasi syariah dan UU lembaga keuangan mikro (LKM) yang dinilai membatasi BMT.
Ketua Umum Perhimpunan BMT Indonesia, Joelarso mengatakan, BMT hadir sebagai lembaga yang sistemnya memberdayakan masyarakat di level mikro dan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
“Jadi, BMT yang berdiri selama 20 tahun ini sudah teruji dan banyak hal yang telah dikerjakan,” ujarnya kepada ROL, Kamis (23/10).
Menurut data terbaru Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UKM), jumlah BMT di Indonesia yaitu 4.500 BMT. BMT disebutnya menyejahterakan umat, tidak hanya kesejahteraan lahiriyah tetapi juga batiniyah. Sehingga, setidaknya ada 4 juta masyarakat mikro yang menjadi anggota BMT.
Sementara, aset BMT dibawah Rp 1 miliar hingga Kuartal III 2014 (Year on Year) tumbuh antara 40 persen hingga 60 persen. Kemudian, BMT dengan aset diatas Rp 1 miliar hingga September 2014 tumbuh antara 30 sampai 40 persen. Namun sayangnya, potensi dan prospek itu tidak dibarengi dengan adanya regulasi atau UU koperasi syariah.
“Memang, kemarin sudah ada UU nomor 17 tahun 2012 mengenai koperasi. Tetapi Mahkamah Konstitusi (MK) menganulir UU itu,” katanya.
Otomatis, kata dia, tidak ada UU yang mengatur Koperasi. Regulasi yang mengatur koperasi hanya dalam peraturan menteri (permen). Selain itu, pihaknya menilai pemerintah membatasi BMT lewat adanya UU LKM. Menurutnya, UU LKM benar-benar membatasi BMT menjadi mikro, baik lembaga maupun operasional.
Ia menyontohkan, jika satu BMT sudah berada di satu kabupaten maka tidak bisa melakukan ekspansi buka kantor cabang di kabupaten lain. Asetnya juga dibatasi, yaitu Rp 1 miliar per BMT.
“UU LKM ini menjadi kendala bagi BMT berbadan hukum koperasi yang sudah terlanjur besar usahanya dan membuka cabang di berbagai wilayah,” katanya.
Untuk itu, pihaknya meminta regulator harus menerbitkan satu aturan tambahan untuk BMT berbadan hukum koperasi.