EKBIS.CO, JAKARTA --- Kementerian Perhubungan (Kemenhub) diminta mengembangkan Pelabuhan Cirebon untuk mengurangi kepadatan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Peneliti dari Lembaga Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Ina Primiana mengatakan, pengembangan Pelabuhan Cirebon akan lebih menguntungkan lantaran pelabuhan tersebut sudah siap beroperasi.
“Cirebon bisa dijadikan prioritas oleh Kemenhub karena fasilitas pendukung di sana sudah lengkap. Ada kereta api dan jalan tol yang akan dikembangkan, sehingga nanti biaya transportasinya akan menjadi murah,” kata Ina dalam diskusi bertajuk “Kepastian Pembangunan Pelabuhan Cilamaya untuk Logistik Nasional”, di Jakata, Kamis (5/3).
Ina melanjutkan, saat ini Kemenhub cenderung memaksakan pembangunan Pelabuhan Cilamaya yang diperkirakan baru bisa beroperasi pada 2023. Padahal, konflik kepentingan di Cilamaya sangat rumit akibat tidak dilibatkannya berbagai pihak dalam proyek tersebut. Salah satu pihak yang tidak dilibatkan adalah Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ). Padahal, PHE ONWJ adalah pengelola sumur dan fasilitas produksi minyak dan gas (migas) blok ONWJ.
Menurut Ina yang juga Guru Besar pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung ini, perencanaan proyek Cilamaya yang tidak terintegrasi antarinstansi dan lembaga akan mengakibatan konflik yang bisa memperlambat pembangunan. Apalagi, //feasibility study// (FS) yang sudah selesai pada 2011, baru diketahui pada 2014. Sedangkan, tata ruang Karawang baru ditetapkan pada 2013.
Karena itu, kata dia, lebih baik bagi Kemenhub untuk mengembangkan Pelabuhan Cirebon yang sejalan dengan peralihan kawasan industri ke wilayah Jawa Barat bagian timur, seperti Kabupaten Majalengka. Industri di wilayah Jawa Barat bagian timur ini seharusnya ditopang oleh Cirebon. “Jadi, menurut saya, tidak ada alasan mengesampingkan Pelabuhan Cirebon demi mengurangi kepadatan Tanjung Priok,” kata Ina.