EKBIS.CO, JAKARTA - Ekonom Institute Development for Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto menilai ada dua hal yang menyebabkan neraca perdagangan dari sektor minyak dan gas (migas) mengalami surplus. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut bahwa surplus migas ini merupakan fenomena langka dan baru terjadi dalam lima tahun terakhir.
"Penyebab surplus sektor migas dari faktor internal dan eksternal," kata Eko kepada Republika, Senin (16/3).
Eko memperkirakan, faktor dalam negeri yang menyebabkan surplusnya neraca sektor migas tidak terlepas dari kebijakan pemerintah mencabut subsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan menetapkan subsidi tetap untuk solar. Kebijakan subsidi tersebut akan mengurangi konsumsi BBM masyarakat sehingga jumlah BBM ataupun minyak mentah yang harus diimpor pemerintah pun berkurang.
"Ketika berbicara neraca migas, dari dulu yang menyebabkan defisit adalah minyaknya. Jadi, sepertinya ini memang menjadi salah satu rencana pemerintah," kata Eko.
Dari sisi eksternal, ujar dia, sektor migas bisa surplus karena kondisi global. Yakni anjloknya harga minyak dunia. Sehingga, pengeluaran pemerintah untuk mengimpor harga minyak menjadi berkurang.
"Jadi, bukan suatu hal yang mengejutkan sektor migas surplus. Karena harga minyak dunia sedang anjlok," ujar dia.
BPS merilis nilai impor migas per Februari 2015 tercatat sebesar 1.719 juta dolar AS. Nilai ini menurun 18,70 persen dibandingkan posisi Januari 2015 sebesar 2.115 juta dolar AS. Sedangkan nilai ekspor migas Februari 2015 tercatat 1.893 juta dolar AS atau menurun 8,82 persen dari posisi Januari 2015 sebesar 2.076 juta dolar AS.
Turunnya nilai impor migas dipicu turunnya nilai impor minyak mentah 119,4 juta dolar AS (19,67 persen) dan hasil minyak 300,1 juta dolar AS (22,01 persen). Sedangkan penurunan ekspor migas disebabkan menurunnya ekspor hasil minyak sebesar 2,13 persen menjadi 207,2 juta dolar AS dan ekspor gas turun sebesar 25,61 persen menjadi 941,3 juta dolar AS.
"Akan tetapi, eskpor minyak mentah meningkat 24,25 persen menjadi 745,1 juta. Harga minyak mentah Indonesia di pasar dunia juga naik dari 45,28 dolar AS per barel menjadi 54,32 dolar AS per barel," kata Kepala BPS Suryamin, Senin (16/3).