Rabu 06 May 2015 16:54 WIB

Soal Ekonomi, Pengamat: Ini Warning, Jadi Presiden Lebih Sulit dari Gubernur DKI

Rep: C91/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Kondisi pasar menyiratkan bahwa para investor khawatir apakah Presiden Indonesia Joko Widodo memiliki ketangguhan untuk melaksanakan reformasi yang diperlukan.
Foto: CNN
Kondisi pasar menyiratkan bahwa para investor khawatir apakah Presiden Indonesia Joko Widodo memiliki ketangguhan untuk melaksanakan reformasi yang diperlukan.

EKBIS.CO, JAKARTA -- Keterlambatan pertumbuhan ekonomi tak terhindarkan. Padahal menurut Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gajah Mada, A. Tony Prasentiantono, selama ini kita telah berekspektasi besar terhadap kepemimpinan Presiden Joko Widodo.

Ia mengungkap, tahun ini pemerintah berani menargetkan pertumbuhan ekonomi hingga 5,8 persen, namun data dari Badan Pusat Statistik (BPS) di kuartal pertama hanya 4,7 persen. "Target 5,8 persen tapi realisasinya 4,7 persen kejauhan jaraknya. Situasi ini mengecewakan," ujarnya dalam Talkshow 'Indonesia and Global Economic Outlook' di Hotel Raffles, Jakarta, Rabu, (6/5).

Ia menambahkan para menteri dalam Kabinet Kerja harus punya misi dan konsep. Jika hanya kerja keras namun tak pintar atau tak memiliki strategi maka bisa tak sesuai. "90 hari pertama saya masih mempunyai ekspektasi tapi kemudian pesimis lagi. Para menteri luar bisa berani menargetkan tinggi tapi teorinya nggak ada," tuturnya.

Kendati demikian, Tony mengaku Indonesia masih punya harapan. "4,7 persen jadi warning Jokowi, bahwa menjadi Presiden Indonesia lebih sulit daripada jadi Gubernur Jakarta atau Walikota Solo. Maka saya merasa tetap ada harapan," jelas Komisaris Permata Bank ini.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement