EKBIS.CO, JAKARTA --- Bank Indonesia mencatat adanya perlambatan harga properti residensial dalam Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Bank Indonesia kuartal I-2015. Hal itu tercermin dari Indeks Harga Properti Residensial pada kuartal I-2015 yang tumbuh sebesar 1,44 persen (qtq) atau 6,27 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan kuartal sebelumnya yang tercatat 1,54 persen (qtq) atau 6,29 persen (yoy).
Pakar dan pengamat properti Panangian Simanungkalit mengatakan, survei yang dilakukan Bank Indonesia belum tentu mewakili semua pasar. Sebab, survei dilakukan melalui sampel.
"Namun, jika ada tren pelambatan harga, kata Panangian, misalnya kuartal I-2015 dibandingkan kuartal I-2014 dari 6 persen menjadi 3 persen, saya pikir tidak ada sesuatu tanda yang buruk tentang properti," jelas Panangian saat dihubungi Republika, Kamis (14/5).
Dia menambahkan, survei yang dilakukan Bank Indonesia bukan jumlah penjualan melainkan harga. Menurutnya, pelambatan pertumbuhan harga properti itu disebabkan tren pasar yang melambat karena kenaikan suku bunga pada November 2014. Selain itu, melemahnya penjualan properti kelas menengah ke atas serta pertumbuhan ekonomi yang melambat. Sedangkan, pelambatan pertumbuhan kredit kepemilikan rumah (KPR) dinilai sebagai dampak tidak langsung karena permintaan (demand) berkurang sebagai pertanda banyak orang menunda pembelian rumah dengan KPR.
"Tapi kan pengembang membuat cash bertahap, itu pergerakan pasar. Tapi karena BI yang mengendalikan kredit kalau kredit melambat seakan-akan pertumbuhan properti melambat. Karena BI menganggap gara-gara kredit, harga properti turun," ujarnya.
Padahal, kata Panangian, kenaikan harga properti di kawasan Kelapa Gading, Alam Sutera, dan Serpong tidak ada urusannya dengan kredit. Namun, menurutnya, BI berpikir sebagian besar orang membeli properti melalui kredit. Padahal di kawasan Kelapa Gading, Alam Sutera, Pantai Indah Kapuk dan Serpong pembelian properti tidak menggunakan kredit.
Menurutnya, dampak pertumbuhan ekonomi yang melambat lebih signifikan terhadap tren pertumbuhan harga properti yang melambat. Sebab, konsumen menahan untuk membeli properti. Meskipun tidak ada urusan menunda pembelian rumah di Indonesia karena harga rumah lebih cepat naik ketimbang daya beli.
"Kalau ada kesempatan beli rumah, meskipun pinjam pasti untung. Karena jumlah kebutuhan rumah jauh dari suplai," imbuhnya.
Saat ini, segmen yang banyak terjual adalah landed house atau rumah tapak disusul apartemen. Sedangkan untuk pertumbuhan rumah baru dengan rumah bekas (second) menurutnya tidak bisa dibandingkan. Sebab, rumah baru ada pertumbuhan dengan membangun konstruksi, sedangkan rumah bekas tidak ada pertumbuhan konstruksi.
Panangian memproyeksikan pertumbuhan harga properti tahun 2015 akan lebih baik di semester kedua setelah inflasi menurun. Inflasi meningkat pada awal tahun 2015 karena ada kenaikan harga BBM pada 2014. Diperkirakan, inflasi pada akhir 2015 tidak sampai di level 5 persen. Sehingga suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) diproyeksikan bisa turun menjadi 7,25 persen. Sedangkan suku bunga KPR juga dipastikan turun dari 8,8 persen ke arah 8 persen.
"Semester kedua akan ada pertumbuhan lebih baik daripada kuartal I-2015, kira-kira setelah lebaran. Oktober lebih kelihatan, sampai tahun depan akan lebih baik daripada tahun ini," pungkasnya.