Kamis 14 May 2015 16:38 WIB

BTN: Pertumbuhan KPR Melambat Karena Pengetatan LTV

Rep: c87/ Red: Satya Festiani
Cicilan KPR (Ilustrasi)
Foto: Google
Cicilan KPR (Ilustrasi)

EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia mencatat adanya pelambatan harga properti residensial dalam Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Bank Indonesia kuartal I-2015. Hal itu tercermin dari Indeks Harga Properti Residensial pada kuartal I-2015 yang tumbuh sebesar 1,44 persen (qtq) atau 6,27 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan kuartal sebelumnya yang tercatat 1,54 persen (qtq) atau 6,29 persen (yoy).

Sekretaris Perusahaan Bank Tabungan Negara (BTN) Eko Waluyo mengatakan, pertumbuhan kredit kepemilikan rumah (KPR) masih cukup kuat karena BTN fokus pada segmen menengah ke bawah. Dia menyebutkan secara total pertumbuhan kredit BTN mencapai 18 persen (yoy) pada kuartal I-2015. Berdasarkan paparan kinerja BTN kuartal I-2015, total penyaluran kredit tercatat sebesar Rp 120,16 triliun pada kuartal I-2015, naik cukup signifikan dibandingkan kuartal I-2014 yang sebesar Rp 102,82 triliun.

Menurut Eko, apa yang disampaikan dalam survei Bank Indonesia benar. Oleh sebab itu, BTN mengantisipasi melalui penyesuaian pertumbuhan kredit tahun 2015. Dia menilai, pertumbuhan tersebut masih cukup kuat dibandingka situasi dan target yang direncanakan BTN. Dibandingkan tahun lalu, pertumbuhan kredit kuartal I-2015 dinilai masih lebih baik.

“Secara umum, dibandingkan tahun lalu angkanya lebih lambat. Dua tahun lalu konsumsi masih normal, kami mencatat pertumbuhan kredit sampai 22 persen. Tahun ini, kami targetkan pertumbuhan kredit di kisaran 17-19 persen,” jelas Eko saat dihubungi Republika, Kamis (14/5).  

Menurutnya, pertumbuhan KPR yang sedikit melambat bersumber dari sejumlah hal yang saling terkait. Pertama kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM pada 2014, yang memicu infasi, disusul kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate). Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2015 melambat menjadi 4,71 persen (yoy), serta adanya faktor global pemulihan ekonomi Amerika Serikat.

“Selain pertumbuhan ekonomi melambat, ini juga merupakan dampak beberapa regulasi di bidang properti seperti pengetatan LTV (rasio nilai kredit atau loan to value) dan suku bunga yang tinggi. dua hal itu faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan KPR,” terangnya.

Terkait adanya wacana pelonggaran LTV, Eko mengaku masih menunggu regulasi formal dari Bank Indonesia. Menurutnya, jika hal itu dilakukan akan mendorong pertumbuhan KPR lebih tinggi.  

Dia juga melihat permintaan untuk segmen tertentu khususnya menengah ke atas (premium) mengalami koreksi. Penjualan properti salah satu pengembang besar, kata Eko, terkoreksi sekitar 40-50 persen pada kuartal I-2015. Meskipun pengembang tersebut tidak bisa mewakili permintaan secara keseluruhan, namun melihat market share pengembang tersebut cukup besar, dimungkinkan kondisi pasar hampir sama.

Saat ini, kredit KPR di BTN terdiri atas KPR subsidi dan non subsidi. Bunga KPR non subsidi saat normal di kisaran 12-13 persen, sedangkan saat promosi bunganya diturunkan menjadi 9,9 persen. Sementara, bunga KPR bersubsidi, BTN mengunakan sistem baru bunga 5 persen. Penyaluran KPR dan sejenisnya menyumbang 86 persen dari total portofolio kredit BTN. Pertumbuhan kredit mendorong laba bersih BTN tumbuh 18 persen (yoy).

Eko memaparkan, BTN memiliki beberapa strategi untuk mendorong pertumbuhan kredit KPR. Salah satunya dengan meningkatkan kecepatan proses pelayanan kepada nasabah. Melalui program 1 juta rumah yang dicanangkan pemerintah, BTN mematok maksimal lima hari kerja layanan nasabah diselesaikan. Kedua, BTN lebih fokus pada segmen perumahan kelas menengah ke bawah. Sebab, kompetisi KPR antar bank dinilai sangat ketat. Menurutnya, segmen tersebut menjadi kebutuhan pokok. Sebagian besar nasabah KPR di BTN adalah pembeli rumah pertama, sehingga walaupun ada kenaikan harga atau bunga tidak akan terlalu mempengaruhi permintaan (demand). Meskipun jumlahnya tetap terkoreksi.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement