EKBIS.CO, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah agar ada sinergitas dengan swasta terkait penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Sumber Daya Air (RPP SDA) dan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Sistem Penyediaan Air Minum (RPP SPAM). Sebab, dalam draf RPP tersebut banyak yang hal yang tidak singkron.
Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan, pihak swasta daan pemerintah diharapkan bisa menemukan titik keseimbangan dalam penyelenggaraan sumber daya air oleh negara melalui BUMN/BUMD. Selain itu, pihak swasta juga perlu dilibatkan guna menjamin ketersediaan air bagi masyarakat dan kegiatan usaha di Indonesia.
"Merupakan hal bijak bagi pemerintah untuk dapat melakukan konsultasi dan mendapatkan masukan dari pelaku usaha dama penyusunan dua RPP tersebut," ujar Hariyadi dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (18/6).
Hariyadi mengatakan, investasi yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan air di Indonesia dalam kurun waktu 2015-2019 diproyeksikan mencapai Rp 274,8 triliun. Sementara, kemampuan pendanaan yang disediakan oleh APBN untuk periode tersebut hanya sekitar Rp 89 triliun.
Dengan demikian, menurut Hariyadi, Indonesia membutuhkan pendanaan yang lebih dalam menjamin ketersediaan air bagi masyarakat.
"Untuk itu, keterlibatan swasta diperlukan, salah satunya dengan memanfaatkan keahlian dan infrastruktur yang dimiliki oleh sektor swasta," kata Hariyadi.
Hariyadi menjelaskan, kedua rancangan peraturan tersebut akan diposisikan sebagai aturan pelaksanaan dari ketentuan UU 11/1974 yang dinilai sudah tidak relevan lagi dalam menjawab tantangan pengusahaan sumber daya air pada masa sekarang.
Secara teknis, RPP SDA pada prinsipnya mengarur mengenai pola penyelenggaraan pengusahaan sumber daya air dari aspek hulu. Sedangkan RPP SPAM mencakup ketentuan mengenai sistem penyediaan air minum kepada masyarakat.
Hariyadi menjelaskan, jika RPP SDA tetap diundangkan seperti saat ini maka akan memberikan sentimen negatif terhadap perkembangan perekonomian nasional. RPP SDA tersebut melakukan diskriminasi dengan menutup kesempatan bagi investor asing, agar dapat memperoleh izin pengusahaan sumber daya air guna menunjang kegiatan usahanya.
Hal ini sudah mulai terlihat dari sejumlah investor asing yang mulai ragu untuk menanamkan investasinya di Indonesia. "Contohnya Coca Cola udah investasi 500 juta dolar AS dan dengan adanya kabar tersebut mereka jadi khawatir, pemerintah harus memikirkan multiplier effect yang terjadi akibat RPP tersebut," kata Hariyadi.
Hariyadi berharap ada kesiapan negara untuk mempersiapkan BUMN/BUMD yang memiliki kapasitas setara dengan kemampuan sektor privat. Dengan demikian RPP SDA dan RPP SPAM dapat segera disahkan dengan melibatkan sektor privat demi mengisi kekosongan hukum terkait pengusahaan sumber daya air di Indonesia.