EKBIS.CO, JAKARTA -- Dalam menghitung harga keekonomian elpiji 12 kg, ternyata PT Pertamina (persero) menggunakan rumusan yang berbeda dengan yang dibeberkan Indonesian Corruption Watch (ICW) sebelumnya.
ICW mengasumsikan komposisi LPG terdiri dari propana 50 persen dan butana 50 persen. VP Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro menuturkan, Pertamina justru menggunakan rumusan 42 persen propana dan 58 persen butana untuk komposisi elpiji 12 kg.
Selain itu, ICW mengacu pada harga kontrak Aramco (CP Aramco) untuk bulan berjalan (CP Aramco untuk propane dan butane). Untuk hal ini Pertamina melakukan hal yang sama.
Harga patokan dilakukan dengan rumus, CP Aramco + 68,64 dolar AS per metrik ton + 1,88 persen CP Aramco + Rp 1.750 per kg. Rumusan ini juga digunakan untuk elpiji 3 kg. Sedangkan harga keekonomian didapat dari harga patokan + margin agen + PPN.
Perbedaannya, kalau ICW menggunakan nilai tukar (kurs) beli rata-rata Bank Indonesia (BI) pada bulan berjalan untuk menghitung, Pertamina menggunakan kurs tengah. Wianda menilai penggunaan kurs tengah akan memeberikan angka moderat yang tidak membebani masyarakat.
Selain itu, Margin Agen ditetapkan rerata Rp 500 per kg. Dan PPN sebesar 10 persen dari harga jual. Dengan perhitungan ini, Wianda menegaskan pihaknya tidak mengambil untuk Rp 30 ribu seperti yang diberitakan.
"Kami tidak ambil sebesar itu. Fokus kami juga adalah ketersediaan barang di konsumen," lanjutnya.