Rabu 26 Aug 2015 19:45 WIB
Rupiah Melemah

Pengamat: Kondisi Ekonomi Indonesia Seperti Dalam Lingkaran Setan

Rep: Binti Sholikah/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
 Pedagang membawa spanduk bertuliskan Save Rupiah di Pasar Gede, Solo, Jawa Tengah, Kamis (12/3).  (Antara/Yusuf Nugroho)
Pedagang membawa spanduk bertuliskan Save Rupiah di Pasar Gede, Solo, Jawa Tengah, Kamis (12/3). (Antara/Yusuf Nugroho)

EKBIS.CO, , JAKARTA -- Nilai tukar rupiah semakin terpuruk mencapai Rp 14.100 per dolar AS. Berdasarkan Bloomberg Dollar Index, rupiah ditutup di level Rp 14.133 per dolar AS pada Rabu (26/8), melemah 0,56 persen atau 79 poin dari penutupan Selasa (25/8) di level Rp 14.054 per dolar AS.

Sedangkan menurut kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) rupiah di level Rp 14.102 pada Rabu atau melemah 35 poin dibandingkan Selasa di level Rp 14.067 per dolar AS.

Analis pasar uang Satrio Utomo mengatakan, saat ini semua negara masih menunggu perkembangan kepastian kenaikan suku bunga the Fed. Jangka waktu yang lama tersebut dinilai membuat ketidakpastian tinggi."Sebab, perekonomian Indonesia dalam mode diperlambat terus sampai Bank Indonesia yakin bahwa the Fed naikin suku bunga, dan melihat reaksi pasar. Pelemahan rupiah tidak bisa dihindarkan," ujarnya saat dihubungi Republika, Rabu (26/8).

Satrio menyebut kondisi Indonesia saat ini seperti dalam lingkaran setan. Pertumbuhan ekonomi yang melambat memberikan sentimen negatif sehingga nilai tukar belum bisa menguat.

Menurutnya, kondisi ini hanya bisa dipecahkan kalau Bank Indonesia menerima pelemahan rupiah dan mendorong pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan suku bunga. Sebab, semua negara saat ini sedang berlomba menurunkan mata uang untuk mendorong daya saing ekspor.

Selain itu pemerintah diminta harus bisa membangkitkan pertumbuhan ekonomi agar ekspektasi pasar menjadi positif. Salah satunya, pemerintah punya kesempatan menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) karena harga minyak dunia masih terus turun di kisaran 40 dolar AS per barel.

Namun, pemerintah tidak berani menurunkan harga BBM karena takut nanti akan dinaikkan lagi harganya. Sebab, saat harga BBM diturunkan, harga barang tidak ikut turun. Sedangkan saat harga BBM dinaikkan harga barang ikut naik, sehingga memicu inflasi.

Sementara itu, menurutnya bursa saham sudah agak artificial atau masih tidak sesuai dengan fundamentalnya. Dua hari terakhir operasi pasar yang dilakukan perusahaan BUMN membuat harga saham-saham BUMN bisa bertahan.

Masalahnya, kata Satrio, koreksi di bursa regional belum selesai. Meskipun dalam jangka pendek harga saham bisa rebound tapi tetap akan berujung pada keputusan the Fed untuk menaikkan atau tidak menaikkan suku bunga pada September 2015. "Kalau dinaikkan, masalahnya selesai, tapi sekarang semuanya enggak jelas," ujarnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement