EKBIS.CO, JAKARTA --- Nilai tukar rupiah masih terdepresiasi mendekati Rp 14.700 per dolar AS setelah keputusan the Fed yang menahan suku bunga acuan.
Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan, keputusan the Fed menahan suku bunga berarti masih ada ketidakpastian yang menggantung. Hal itu yang membuat mata uang negara emerging market kecenderungannya melemah, termasuk rupiah.
David mengakui kecenderungan rupiah sekarang makin melemah. Tetapi volatilitasnya justru semakin membaik. Volatilitas rupiah saat ini di bawah 0,5 persen. Menurutnya, penting para pebisnis melihat volatilitas nilai tukar, jika naik turun susah diprediksi. Dia menilai kondisi saat ini volatilitas oke tapi kecenderungan masih melemah, karena masih ada ketidakpastian soal the Fed.
"Kalau dari sisi volatilitas grafiknya makin membaik, tidak terlalu volatile tapi memang melemah, turunannya atau deviasi simpangannya makin bagus dibandingkan akhir tahun lalu," jelasnya saat dihubungi Republika.
Dia menyebutkan rupiah sebenarnya berpotensi menguat. Hanya jika pemerintah konsisten dalam menerapkan kebijakan, dan antisipasi kondisi ekonomi ke depan. Terlebih, pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi pada awal September dan akan disusul paket kebijakan lainnya. Pengaruh paket kebijakan akan tergantung dari isi paket kebijakan. Jika isinya fokus, objektif, jelas, dan konsisten, akan bagus buat ekonomi ke depan.
Dia juga menyebut peluang investor masuk ke Indonesia cukup besar. Sebab, dalam kondisi pelemahan nilai tukar, dalam dolar aset di Indonesia menjadi murah.
"Tinggal tunggu momentum dalam negeri yang akan dilakukan pemerintah, dan momentum eksternal. Kalau the Fed sudah jelas, itu menjadi sentimen positif. Rupiah juga akan tergantung kebijakan pemerintah, mana yang mau didorong dan dijadikan fokus," terangnya.