EKBIS.CO, JAKARTA -- Di tengah wacana mekanisme pengurangan saham (divestasi) PT Freeport Indonesia, usulan untuk melepasnya melalui pencatatan saham perdana (IPO) semakin kencang. Skema melalui IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI) disebut akan membawa keuntungan bagi pasar modal Indonesia.
"Untungnya besar sekali, untuk pasar modal dan untuk indonesia. Pasar modal akan dapat kapitalisasi pasar yang besar," ujar Pengamat Pasar Modal dari Fakultas Ekonomi, Universitas Pancasila, Agus Irfani, ketika dihubungi Republika.co.id, Selasa (20/10).
Ia menilai, memperbesar kapitalisasi pasar merupakan hal yang paling dibutuhkan demi menguatkan pasar modal Indonesia. Menurut Agus, meski nampak sehat di luar, pasar modal Indonesia saat ini tengah sakit karena kapitalisasi yang lemah.
Jika dibandingkan dengan negara lain, berdasarkan rasio kapitalisasi pasar terhadap PDB di Indonesia saat ini masih 49 persen-51 persen. "Di India hampir 100 persen, Di Amerika 90 persen, Singapura malah mungkin lebih dari 100 persen, melebih PDB-nya," lanjutnya.
Untuk mengatasi agar pasar lebih terstruktur, katanya, hal pertama yang mestinya dilakukan adalah memperbaiki kapitalisasi pasar. Sementara, Agus menilai, jika Freeport akhirnya menempuh skema IPO untuk mengurangi sebagian sahamnya, ini akan sangat signifikan penambahannya bagi pasar modal Indonesia.
Dia menjelaskan, saham perusahaan induk Freeport yang telah terdaftar di New York Stock Exchange (NYSE) memiliki kapitalisasi pasar mencapai kira-kira Rp 200 triliun. "Seandainya lima persen saja dilepas IPO, sudah nambah Rp 10 triliun lagi terhadap kapitalisasi pasar," tuturnya.
Unsur lain, ia menyebut, saat ini jumlah emiten dan investor domestik di pasar modal masih sangat kecil. Agus menilai adanya potensi jika mekanisme IPO Freeport disetujui, akan mempengaruhi perusahaan dan investor untuk ikut mendaftar dan berinvestasi di bursa.
"Optimistis, saya bisa membayangkan ini akan memikat investor. Ini akan mengiming-imingi perusahaan lain untuk go public," katanya.
Terkait kekhawatiran akan adanya kepemilikan investor asing jika proses IPO disetujui, menurutnya ini tidak akan terlalu bermasalah. Selama ini, ia mengamati penguasaan saham oleh investor asing di bursa berbeda.
"Investor asing di bursa itu punya motivasi investasi, mereka tidak akan mudah melepas dan menahan saham karena ada holding period dalam kontrak. Misalnya nantinya harga saham anjlok, mereka tidak akan menahan saham itu," ujar dia.
Meski demikian, ia mengusulkan setelah IPO, saham freeport harus dikenai mekanisme penjatahan. Menurutnya, pemangku kepentingan harus memastikan adanya kebijakan yang membatasi kepemilikan saham Freeport oleh investor asing.
"Ini supaya kepemilikan investor domestik bisa lebih banyak," ungkapnya.