Poin kedua dalam paket kebijakan ekonomi jilid lima yakni menghilangkan pajak berganda dana investasi real estate, properti, dan infrastruktur. Kebijakan di sektor ini diberikan karena produk pasar modal Indonesia masih relatif terbatas, sehingga kapitalisasi Bursa Efek Indonesia relatif kecil dibanding negara-negara tetangga. Untuk itu perlu dikembangkan produk seperti Kontrak Investasi Kolektif (KIK) untuk Infrastruktur, KIK – Dana Investasi Real Estate (KIK-DIRE) dan sejenisnya, yang sejalan dengan upaya pendalaman pasar keuangan.
Menurut perhitungan OJK, aset di Indonesia yang dijual dalam bentuk DIRE di Singapura mencapai Rp 30 Triliun. Untuk mendorong produk-produk pengembangan ini, maka pemerintah memberikan pengurangan pajaknya, yaitu dengan menghilangkan adanya double tax pada transaksi KIK, seperti KIK DIRE, KIK Efek Beragun Aset (EBA) dan sejenisnya.
Kebijakan ini diharapkan bisa menarik dana yang selama ini diinvestasikan di luar negeri (tax-heaven country) ke pasar sektor keuangan dalam negeri, di samping mendorong pertumbuhan investasi di bidang infrastruktur dan real estate.
Dampak positif dari fasilitas perpajakan ini adalah meningkatnya akumulasi dana KIK, mendorong tumbuhnya pembangunan infrastruktur dan real estate, serta tumbuhnya jasa konstruksi. Tak kalah penting adalah meningkatnya PPh dari kegiatan usaha tersebut