EKBIS.CO, DENPASAR -- Provinsi Bali kembali mencatat deflasi hingga -0,64 persen month to month (mtm) atau 1,29 persen year to date (ytd) pada Oktober 2015. Angka ini lebih baik dibandingkan deflasi nasional pada perode yang sama, yaitu -0,08 persen mt atau 2,16 persen ytd.
"Inflasi Bali Oktober tahun ini merupakan pencapaian inflasi terendah selama 19 tahun terakhir (1997-2015)," kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provini Bali, Dewi Setyowati, Jumat (13/11).
Deflasi pada Oktober 2015 bersumber dari penurunan harga pada kelompok bahan makanan dan kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Secara spasial, deflasi terjadi di kedua kota sampel penghitungan Inflasi di Bali.
Denpasar mencatat deflasi sebesar -0,56 persen mtm atau 1,33 persen ytd. Singaraja mencatat deflasi -1,05 persen mtm atau 1,09 persen ytd. Dibandingkan kawasan timur Indonesia, kata Dewi, inflasi tertinggi pada periode sama diperoleh Sulawesi Utara (1,49 persen), Maluku Utara (0,91 persen), dan Maluku (0,80 persen).
Laju deflasi Oktober 2015 pada kelompok volatile foods di Bali didorong oleh komoditas daging ayam ras, cabai rawit, dan cabai merah. Pada kelompok inti, laju deflasi didorong oleh komoditas pasir dan angkutan udara, sedangkan pada kelompok administered prices, deflasi ditunjukkan oleh komoditas bahan bakar rumah tangga dan tarif listrik seiring dengan penetapan paket kebijakan pemerintah.
Deflasi ini tertahan oleh beberapa komoditas yang masih menunjukkan peningkatan harga, di antaranya kelompok makanan jadi, minuman, rokok, tembakau, pendidikan, rekreasi, dan olah raga. Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Bali telah melakukan langkah-langkah antisipatif yang difokuskan untuk menjamin kecukupan stok ketahanan pangan, menjaga stabilitas dan ekspektasi harga, penggalian informasi dengan instansi terkait, dan koordinasi tim TPID.