EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian BUMN berencana akan melakukan 'penjualan' delapan BUMN dengan alasan yang dinilai tidak masuk akal sehat. Penjualan tersebut disebut-sebut bisa meningkatkan kinerja perusahaan, nilai perusahaan, dan memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat.
"Penjualan delapan BUMN hanya akan membuat aset negara merosot dan uang pajak rakyat beralih ke perusahaan swasta," ujar Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi dalam siaran pers, Rabu (25/11).
Penjualan BUMN ini, kata Uchok, sudah ada pembelinya. Telah ada investor yang ingin masuk atau menguasai enam BUMN. Sedangkan dua BUMN lagi masih belum terlalu jelas.
"Namun satu disebut sebagai BUMN yang bergerak dalam industri agro dan satu BUMN lagi belum diketahui," kata dia.
Hanya saja, dari penelusuran dan dugaan CBA, satu BUMN yang disembunyikan ini adalah anak perusahaan Telkom, yaitu Mitratel. Kendati Telkom telah memutuskan untuk menghentikan rencana tukar guling Mitratel dengan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. (Perseroan), namun pihak TBIG masih masih terus berupaya merealisasi rencana tersebut.
Menurut dia, ngototnya PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. (Perseroan) ingin 'mencaplok' mitratel disebabkan rencana transaksi yang telah mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham luar biasa perseroan tanggal 22 Desember 2014 dan 27 Februari 2015.
Disamping itu, TBIG juga berpegang pada persetujuan Telkom untuk melakukan perpanjangan tanggal pemenuhan syarat-syarat penutupan dari selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2014 hingga 6 (enam) bulan berikutnya, menjadi selambat-lambatnya 30 September 2015 hingga 6 (enam) bulan berikutnya. TBIG juga hanya mau melanjutkan pinangan dengan Mitratel, sesuai dengan syarat serta ketentuan yang telah ditetapkan sebelum Telkom menghentikan rencana tukar guling.
Dari persoalan diatas, CBA meminta DPR mewaspadai perusahaan TBIG yang tetap ngotot mau menguasai saham mitratel melalui cara tukar guling. "Dengan menguasai saham mitratel, maka keuntungan besar yang bakal di dapat TBIG, menjadi alasan kuat untuk terus ngotot melanjutkan proses tersebut," ujar Uchok.