Untuk mempoduksi produk secara massal , Taskia mengakui membutuhkan modal yang cukup besar. “Jadi kita main saham saja untuk cari modal, seperti yang diajarkan di sekolah, yang beli sahamnya orang tua kita sendiri, termasuk guru,” katanya.
Setelah mendapat pasokan dana, Taskia memproduksi puluhan Snapbag. Satu buah Snapbag dijual seharga Rp 140 ribu. Harga tersebut didapatkan dari harga bahan baku, yakni kanvas dan parasut, serta proses penjahitan yang menggunakan jasa penjahit.
Walaupun baru beberpa bulan, kata Taskia, Snapbag cukup menunjukan geliatnya sebagai produk yang diminati masyarakat, terutama kalangan anak muda. Pembeli sebagian besar penasaran dengan produk itu. “Karena nggak akan kebayang kalau belum lihat sendiri barangnya,” ujarnya.
Taskia mengatakan saat ini hasil penjualan Snapbag dalam sebulan dapat menghasilkan keuntungan sekitar Rp 1,5 juta hingga Rp 2,5 juta. Hasil tersebut, lanjutnya, tentu harus dibagi rata dengan pemilik saham, yang tak lain adalah orang tua dan guru mereka sendiri.
Untuk mempertahankan penjualan dan keuntungan, Taskia dan teman-temannya juga telah membuat akun media sosial, yakni instagram, khusus untuk produknya. Akun tersebut mereka beri nama @doubleu_sc.
Bagi pelajar yang ingin merintis menjadi seorang entrepreneur, Taskia menyarankan agar mulai mencari rekan-rekan yang dapat diajak bekerja sama dalam berbisnis. “Karena kalau mulai sendiri sepertinya memang akan sulit,” ucapnya.
