Ahad 29 Nov 2015 16:39 WIB
Setnov Diminta Mundur

UGM Desak Pemerintah tak Perpanjang Kontrak Karya Freeport

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Ilham
Demonstran mengikuti aksi unjuk rasa di Silang Monas, Jakarta, Jumat (23/10). Aksi tersebut menolak rencana perpanjangan kontrak karya (KK) PT Freeport Indonesia
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Sebuah mobil melintas di kawasan Grasberg Mine milik PT. Freeport Indonesia (PTFI ) di Tembagapura, Mimika, Timika, Papua, Minggu (15/2).

Sebagai informasi, Kontrak Karya (KK) Freeport pertama kali ditandangani pada awal Pemerintahan Orde Baru pada tahun 1967. Perjanjian itu ditandatangani antara Pemerintah Indonesia dengan PT Freeport Indonesia (PTFI), merupakan anak perusahaan Freeport McMoran, yang berkedudukan Amerika Serikat (AS).

Berdasarkan Perjanjian KK pada 1967, PTFI memperoleh konsesi wilayah penambangan lebih dari 1,000 hektar. Lalu, pada 1991, KK Freeport di perpanjang lagi hingga berakhir pada tahun 2021, dengan penambahan area eksploitasi menjadi 2,6 juta hektar.

Saat perpanjangan KK pada 1991, kedua belah pihak menyepakati bahwa sebanyak 90,64 persen saham PTFI  dikuasai oleh Freeport McMoran Copper & Golden Inc. Sedangkan Pemerintah Indonesia dapat bagian saham hanya sebesar 9,36 persen dan royalti sebesar 1 hingga 3,5 persen.

Ironisnya, pemerintah sebagai kuasa pemilik tambang tidak mempunyai hak sama sekali dalam pengelolaan Freeport. Semua urusan eksplorasi dan eksploitasi sepenuhnya dikendalikan oleh Freeport McMoRan. Bahkan, Indonesia tidak bisa mengontrol berapa hasil tambang dan mineral yang sudah dikeduk dan dibawa keluar dari Bumi Papua.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement