Senin 30 Nov 2015 10:47 WIB

Saat Si Beruang Merah Menghukum Negara Lain

Red: Nidia Zuraya
Presiden Rusia Vladimir Putin bersama Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Foto: AP Photo
Presiden Rusia Vladimir Putin bersama Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

EKBIS.CO, Apa hubungannya antara tomat Turki dan roket? Banyak. Setidaknya menurut Gennady Onishchenko, mantan inspektur sanitasi yang kini menjabat staf perdana menteri Rusia.

Baru-baru ini dia mengatakan bahwa setiap tomat Turki yang dibeli di Rusia berdampak pada ekonomi negara tersebut dan membuat Turki bisa membeli roket yang mungkin akan ditembakkan ke pesawat tempur Rusia. Komentar tersebut muncul di tengah tingginya ketegangan antara dua negara setelah pesawat Su-24 milik Rusia ditembak jatuh di perbatasan Turki-Suriah.

Kini menteri pertanian Rusia semakin menambah ketegangan tersebut dengan mengumumkan bahwa sekitar 15 persen dari produk Rusia tidak memenuhi standar keamanan Rusia. Pengawasan kini diperketat, dan konsekuensinya serius buat eksportir Turki.

Negara tersebut mengekspor produk pertanian dan makanan yang nilainya melebihi satu miliar euro atau lebih dari Rp 14 triliun ke Rusia pada tahun ini. Saat ini 20 persen dari sayuran impor di Rusia didatangkan dari Turki.

Penghentian impor sayur mayur dari Turki ini tidak membuat Moskow khawatir. "Kami bisa memenuhi kebutuhan buah dan sayurnya dengan membeli dari negara lain, seperti Iran, Israel, Maroko, Azerbaijan, Cina, Afrika Selatan, dan Argentina," kata Kementerian Pertanian Rusia.

 

Meski begitu, belum jelas bagaimana dampak dari larangan makanan Turki terhadap harga dan pasokan.

Namun keterkaitan antara makanan dan kebijakan luar negeri di Rusia bukan hal baru. Dari mulai wine Georgia, apel Polandia, susu Lithuania, atau keju Uni Eropa, kebijakan "keamanan" impor pangan Rusia selalu sejalan dengan kebijakan politik luar negerinya.

Pada 2006, Rusia melarang impor wine dari Georgia karena alasan kesehatan. Industri tersebut sangat bergantung pada peminum dari Rusia, dan terdampak berat. Saat itu, analis mengatakan bahwa Rusia terganggu dengan posisi Georgia yang makin pro-Barat dan berambisi untuk bergabung dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

Presiden Georgia kemudian menuduh Rusia melakukan pemerasan ekonomi. Larangan tersebut kemudian diangkat pada 2013, dan Rusia langsung menempati posisi utama importir wine Georgia.

sumber : BBC
Yuk gabung diskusi sepak bola di sini ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement