Anggota Komisi VII lainnya, Kurtubi mengatakan, kondisi perpanjangan kontrak dan penawaran saham PTFI kacau balau dan begitu ruwet. "Jika pemerintah memutuskan tidak akan diperpanjang, nggak perlu lagi divestasi," ungkap Kurtubi.
Ia menduga, kontrak karya pada 1991 menjadi penyebab terjadinya carut marut PTFI di Indonesia. Kurtubi menilai, isi pada kontrak karya 1991 membuat posisi PTFI sangat kuat, dimana seolah-olah perpanjangan kontrak PTFI menjadi suatu hal yang wajib dilakukan.
"Pemerintah nggak bisa menolak untuk diperpanjang, boleh menolak tapi harus ada argumentasi yang logis menurut Freeport," katanya.
Kurtubi menambahkan, keberadaan Freeport atas dasar kontrak karya di Indonesia sangat merugikan jika menilik penerimaan yang didapat Indonesia, dan berpotensi melanggat kedaulatan negara.