Jumat 18 Mar 2016 20:56 WIB

SVLK Maju-Mundur, Citra Indonesia Negatif

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Djibril Muhammad
 Pekerja mengumpulkan kayu hasil tebangan di kawasan hutan yang dikelola Perum Perhutani di Tulungagung, Jawa Timur.
Foto: dok. Republika
Buruh mengecek tumpukan bahan pengolahan kayu di Jakarta.

EKBIS.CO, JAKARTA -- Ia mengharapkan, kerja sama berbagai lembaga agar bisa konsisten menerapkan aturan tersebut. Apabila kayu dan olahan kayu Indonesia tidak diakui oleh dunia internasional, ia mengkhawatirkan produk Indonesia sulit masuk ke pasar internasional. Kekhawatiran lainnya, ia katakan, akan merambah pada produk lainnya seperti sawit dan lainnya.

"Semisal dianggap ilegal semua, repot kita. Kemudian, kalau Eropa itu tidak mengakui, khawatirdiikuti negara-negara lain," katanya.

Sertifikat SVLK, ia tegaskan, sebagi bukti bahwa kayu yang dijual maupun kayu yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan furnitur dan mebel bukan berasal dari hasil penebangan liar atau illegal logging‎.

Jumlah ekspor pada tahun lalu kayu Indonesia hampir mencapai 10 miliar dolar AS. Angka tersebut baik dari 2014 yang hanya 6,6 miliar dolar AS dengan sasaran utama negara-negara di Asia seperti Korea, Jepang, Cina. Meski pasar Eropa tidak sebesar Eropa, namun ia mengatakan dampaknya cukup besar.

"Uni Eropa makin serius, ada dua pengimpor, di Belanda dan Swedia dihukum karena impor kayu tidak jelas legalitas, bukan dari Indonesia," ungkapnya. Ia memperingatkan hal serupa bukan tak mungkin menimpa para pengekspor dari Indonesia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement