Senin 11 Apr 2016 16:05 WIB

Pemerintah Nilai Penawaran Saham Freeport Kemahalan

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
 Aktivitas penambangan di areal pertambangan Grasberg PT Freeport, Mimika, Papua.
Foto: Reuters/Stringer
Aktivitas penambangan di areal pertambangan Grasberg PT Freeport, Mimika, Papua.

EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah melayangkan surat kepada PT Freeport Indonesia yang berisi nota kebaratan terkait penawaran 10,64 persen saham yang dinilai terlampau mahal. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono menyebutkan, pemerintah menilai bahwa angka 1,7 miliar dolar AS yang disodorkan oleh Freeport juga dinilai terlalu mahal oleh Kementerian Keuangan.

"Saya juga kasih tanggapan surat kemarin. Yang 1,7 miliar AS kan keberatan. Pemerintah punya pandangan lain lagi," kata Bambang usai menghadiri pelantikan Kepala Badan Pengelola Migas Aceh di Gedung Heritage Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (11/4).

Salah satu yang masih mengganjal dalam penghitungan divestasi Freeport ini, kata Bambang, adalah penghitungan nilai aset yang oleh Freeport mengacu pada periode kontrak hingga 2041. Sedangkan, meski tak mau membeberkan lebih rinci, Bambang menyebut bahwa pemerintah memiliki skema penghitungan sendiri yang belum tentu sejalan dengan Freeport.

"Parameternya kan belom ada. Rumusannya belum sepakat. Artinya belum bulet dari pemerintahnya. (Seperti) parameter waktu, parameter keekonomian. Pemerintah punya pandangan lain lagi. Tidak bisa saya umumkan sekarang," kata Bambang.

Sebelumnya, Kementerian ESDM menyebutkan bahwa metode replacement cost akan memudahkan penghitungan karena berdasarkan perhitungan saham wajar didasarkan pada nilai investasi yang telah dikeluarkan hingga saat penawaran saham dilakukan. Metode ini mengabaikan nilai investasi yang bakal dilakukan Freeport. Metode ini bersandar pada nilai aset yang dimiliki Freeport, bukan pada market value atau nilai pasar.

Penggunaan market value pun dinilai tidak akan menelurkan kesepakatan yang sama, karena  dinilai akan banyak asumsi yang berbeda dari setiap pihak.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement