EKBIS.CO, JAKARTA -- Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) meminta pemerintah harus segera menindaklanjuti kebijakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) karena saat ini beberapa industri tepung terigu sudah mulai tidak berjalan.
Ketua Umum Aptindo Franciscus Welirang memperdiksi, jika BMAD tidak segera diterbitkan maka pertumbuhan industri tepung terigu di Indonesia perlahan akan surut. Sebab, tepung terigu impor harganya lebih murah ketimbang buatan dalam negeri sehingga merusak daya saing.
"Kemungkinan dari 31 industri yang kini ada, nantinya tersisa hanya lima sampai enam industri," kata Franciscus ketika mengunjungi Republika, Rabu (13/4).
Franciscus menuturkan saat ini negara asal produk tepung terigu impor tertinggi dipegang oleh Turki sebesar 29,3 persen atau senilai 8 juta dolar AS pada 2015. Negara selanjutnya yakni Ukraina sebesar 22,3 persen atau 7,1 juta dolar AS, dan India mencapai 21,3 persen atau senilai 7 juta dolar AS. Sedangkan, ekspor tepung terigu Indonesia tertinggi yakni ke Filipina sebesar 55,8 persen atau senilai 18,2 juta dolar AS pada 2015.
Selain BMAD, kata Franciscus, industri tepung terigu di dalam negeri juga menghadapi diskriminasi yakni dikenakan beban PPN. Menurutnya, pemerintah memang telah membebaskan PPN bagi tepung terigu yang digunakan sebagai pembuatan makanan ternak.
Namun, industri tepung terigu menanggung hampir 80 persen dari PPN yang seharusnya dibebaskan oleh pemerintah. Menurutnya, produsen tepung terigu harus menanggung beban PPN sekitar Rp 190 miliar per tahun.