EKBIS.CO, JAKARTA -- Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) menilai kesadaran perusahaan untuk mensertifikasi halal produk mereka makin meningkat. Keberadaan undang-undang jaminan halal jadi salah satu pemicunya.
Wakil Direktur LPPOM MUI Muti Arintawati menjelaskan, pada 1994 sertifikasi halal MUI baru dimulai dari pangan. Pada 2012, barulah ada produk kosmetik yang mengajukan sertifikasi. Pada 2012 ada 26 produk kosmetik bersertifikat halal dari lima perusahaan. Pada 2016, sudah ada 4.961 produk kosmetik bersertifikat halal dari 87 perusahaan.
Data sertifikasi MUI menunjukkan, pada 2013 ada 32.009 produk bersertifikat halal, pada 2014 jumlahnya naik menjadi 40.765 produk, lalu menjadi 52.669 produk pada 2015. Dari akhir 2015 hingga Mei 2016, sudah ada 20.008 produk yang menerima sertifikat halal MUI.
Keberadaan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang jaminan produk halal yang membuat sertifikat halal wajib juga jadi salah satu faktor pendorong peningkatan kesadaran perusahaan untuk mensertifikasi produk mereka. Apalagi, kewajiban sertifikasi tak hanya untuk barang konsumsi, tapi juga barang gunaan.
''Saat ini sertifikasi halal oleh perusahaan masih sukarela. Di satu sisi juga didorong oleh konsumen maka perlu edukasi konsumen soal pentingnya sertifikasi halal,'' ungkap Muti dalam bincang-bincang bersama Unilever awal pekan ini.
Sertifikasi diperlukan karena materi nonhalal misalnya babi memiliki beraneka ragam produk turunannya. Material najis, bangkai, alkohol, darah, hewan buas, dan bagian tubuh manusia juga haram digunakan. Sedangkan, teknologi membuat isi produk tidak mudah dilihat.
Sertifikasi halal saat ini dilakukan MUI melalui di LPPOM dan komisi fatwa. Sementara izin pemasangan label halal berada di bawah wewenang BPOM.