Jumat 01 Jul 2016 10:52 WIB

IPOP Bubar, Pengelolaan Sawit Berkelanjutan Jadi Satu Pintu

Rep: Sonia Fitri/ Red: Nidia Zuraya
Petani mengangkut hasil panen buah kelapa sawit di perkebunan kelapa sawit, Kecamatan Tikke Raya, Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat.
Foto: Antara/Sahrul Manda Tikupadang
Petani mengangkut hasil panen buah kelapa sawit di perkebunan kelapa sawit, Kecamatan Tikke Raya, Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat.

Wakil Ketua Kadin Bidang Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim Shinta Widjaja Kamdani bersedia mengikuti kemauan anggota IPOP yang mengajukan pembubaran diri. "Kalau anggota ingin bubar, silakan saja. Nanti kami akan fasilitasi dengan pemerintah untuk mencari solusi lain," kata Shinta dalam rilis.

Namun, Shinta meminta pemerintah untuk memikirkan dampak dari pembubaran IPOP di mata internasional. Ia menekankan standar global yang meminta kelapa sawit melakukan industri yang berkelanjutan.

Ketua Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan (FP2SB) Achmad Mangga Barani meminta Kadin maupun pemerintah agar sebelum mengambil kebijakan di komoditi kelapa sawit sebaiknya melibatkan pemangku kepentingan. Minimal dengan Asosiasi Petani Kelapa Sawit, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), dan Dewan Minyak Sawit Indonesia.

“Tujuannya agar persoalan IPOP ini tidak akan terjadi lagi di kemudian hari,” kata Mangga Barani.

Sebagai informasi, terbentuknya IPOP diinisiasi oleh Kadin di sela-sela KTT Iklim yang berlangsung di Markas Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di New York, AS pada 24 September 2014 silam. Ikrar tersebut ditandatangani oleh empat perusahaan sawit, yakni Golden Agri Resources, Wilmar, Cargill dan Asian Agri.

Namun dalam prakteknya, IPOP ini banyak ditentang oleh perusahaan sawit menengah dan kecil, serta para petani sawit. Karena CPO dan tandan buah segar (TBS) yang dihasilkan tidak bisa diserap oleh perusahaan anggota IPOP dengan alasan tidak berkelanjutan. Pemerintah pun menolak pemberlakuan IPOP di Indonesia karena bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement