EKBIS.CO, JAKARTA -- Kebijakan mekanisme harga tanpa intervensi pemerintah terhadap produk kedelai dinilai mampu membuat harga menjadi relatif terjangkau kepada konsumen. Sebaliknya justru terjadi ketika pemerintah melakukan intervensi dengan mengatur mekanisme impor.
"Tanpa aturan dari pemerintah harga kedelai menyentuh angka Rp 6.500 per kilogram. Sedangkan sebelumnya harga menembus angka Rp 8.300 per kilogram tanpa diawasi oleh Gakopindo," kata Ketua Umum Gabungan Koperasi Pengusaha Tahu Tempe Indonesia (GAKOPINDO) Aip Syarifudin di Jakarta, Selasa (5/7).
Kedelai merupakan salah satu produk yang saat ini mekanisme impornya tidak mendapat intervensi dari pemerintah. Sedangkan produk semacam jagung, beras dan daging justru mengalami gejolak harga yang tinggi menyusul mekanisme pengaturan impor diserahkan kepada Bulog.
Aip meminta supaya pemerintah dapat mempertimbangkan dengan masak kebijakan dominasi Bulog. Hal ini dikarenakan kedelai menyangkut penghasilan jutaan pengrajin tempe.
Saat ini, pengrajin tempe berjumlah lima juta jiwa, setidaknya 1,5 juta jiwa yang menjadi karyawan aktif dari pengrajin tahu tempe. Aip berharap jangan sampai pascadominasi, berdampak buruk bagi harga dan menyulitkan pengrajin tahu tempe.
"Kalau mau diatur pakai dong Bulog yang lama yang saat Bustanul Arifin baru bisa. Kalau sekarang diatur tidak benar maka akan mengacaukan dan membuat harga tinggi. Dan saya belum bicara teknis dengan Bulog, kami hanya dengar bulog dapat perintah mengatur pajale. Kalau Bulog bisa jual lebih murah dari pada importir sih malah bagus," kata Aip.
Dikatakan Aip,pengrajin tahu dan tempe sejauh ini merasa khawatir pada harga kedelai yang akan melambung jika diatur oleh pemerintah. Lantaran mekanisme impor kedelai dimonopoli oleh Badan Urusan Logistik (Bulog).
"Kalau bicara soal kedelai mau diatur atau tidak, pemerintah harus pintar-pintar. Saat ini kan sudah cukup baik, nanti kalau diatur apakah akan jauh lebih baik," ujar Aip.
Menurut Aip, kekhawatiran pengrajin tahu tempe cukup mendasar, jika melihat berbagai indikator kapasitas Bulog. Saat ini, Bulog tidak memiliki infrastruktur yang cukup untuk menampung kedelai. Pun, Bulog belum memiliki pengalaman tentang importasi kedelai, terlebih dengan mekanisme perdagangan bursa komoditas berjangka.
"Saya kira perlu perbaikan pada Bulog karena mereka tidak serta merta ahli untuk impor ini itu. Apalagi ada sistem impor kedelai namanya GSM102 atau kredit lunak yg diberikan kepada importir indonesia makanya bisa kredit lunak satu sampai dua tahun," kata Aip.