Senin 15 Aug 2016 14:48 WIB

Operasi Hujan Buatan di Sumatra Dihentikan Sementara

Rep: Dian Erika N/ Red: Nur Aini
Hujan Buatan
Foto: BPPT
Hujan Buatan

EKBIS.CO, JAKARTA -- Kepala Laboratorium Modifikasi Cuaca Nasional Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Tri Handoko Seto, mengatakan operasi hujan buatan di Provinsi Riau dan Sumatra Selatan akan dihentikan sementara. Penghentian sementara disebabkan pesawat akan digunakan untuk kegiatan kemiliteran.

"Hujan buatan akan dihentikan per 17 Agustus. Sebab, dua pesawat Casa 212 200  milik TNI AU akan digunakan untuk kegiatan militer," ujar Handoko kepada Republika.co.id di Jakarta, Senin (15/7).

Menurut dia, penghentian sementara operasi hujan buatan diperkirakan berlangsung hingga pertengahan September. Untuk melanjutkan program hujan buatan, pihaknya sudah kembali mengajukan izin meminjam pesawat kepada Panglima TNI.

Izin tersebut berpeluang disepakati dan program hujan buatan rencananya dilanjutkan hingga akhir Oktober mendatang. "Namun, selama hujan buatan berhenti sementara, ada potensi penambahan jumlah titik panas (hotspot). Selama ini, ada kecenderungan jika tidak hujan, warga langsung melakukan pembakaran lahan," kata Handoko.

Dia menjelaskan, program hujan buatan berlangsung sejak Juni di Sumatra Selatan dan Juli di Riau. Hujan buatan dilakukan dengan menaburkan garam di permukaan awan. Garam-garam tersebut nantinya akan memicu turunnya hujan dalam kurun waktu hitungan menit hingga jam.

Handoko menjelaskan, sudah 100 ton garam yang disebar untuk program hujan buatan di dua provinsi. Program ini telah memicu hujan turun sebanyak enam ribu miliar meter kubik hingga saat ini.  "Program ini signifikan untuk menurunkan jumlah titik panas dan potensi karhutla. Sifatnya mencegah," tambah Handoko.

Kepala Deputi Bidang Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam BPPT, Wimpie Agoeng Noegroho, mengatakan pihaknya sebenarnya memiliki lima pesawat jenis Casa 212 200 yang dapat digunakan untuk program hujan buatan. Sayangnya, kelima pesawat itu kini dalam kondisi tidak laik terbang.

Menurut dia, sudah dua tahun kelima pesawat berhenti terbang. Sebab, sudah lama pihaknya tidak memiliki anggaran untuk perawatan pesawat. "Masalah pesawat memang menjadi kendala untuk program hujan buatan. Saat ini, pesawat untuk hujan buatan bukan punya kita. Jadi memang harus menyesuaikan," tutur Wimpie.

Jika kelima pesawat layak untuk terbang, kata dia, jangkauan pembuatan hujan buatan  dapat diperluas. Karena itu, pihaknya meminta pemerintah memberi perhatian kepada anggaran perawatan pesawat. Persoalan karhutla, kata dia, perlu langkah pencegahan salah satunya dengan hujan buatan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement