EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan defisit anggaran yang diperlebar merupakan salah satu pilihan bagi pemerintah untuk mengelola APBN agar tetap bisa memberikan kontribusi kepada pembangunan nasional.
"Pilihan bendahara umum negara apabila penerimaan diproyeksikan lebih rendah, maka salah satunya adalah menaikkan defisit anggaran," kata Sri Mulyani saat melakukan rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Rabu (31/8).
Rapat yang dipimpin oleh Ketua Komisi XI Melchias Markus Mekeng ini merupakan rapat kerja lanjutan yang sebelumnya berlangsung pada Kamis (25/8) membahas implementasi program amnesti pajak dan rencana pemangkasan anggaran. Sri Mulyani menjelaskan pemerintah telah melakukan kalkulasi untuk memperlebar defisit anggaran hingga 2,5 persen terhadap PDB pada akhir tahun melalui penambahan utang, atau masih di bawah batas yang diperkenankan dalam Undang-Undang sebesar tiga persen terhadap PDB.
Ia menambahkan menjaga keberlangsungan APBN dengan memperlebar defisit anggaran, hingga di bawah batas yang diperbolehkan Undang-Undang, bisa menjadi stimulus yang dibutuhkan perekonomian dalam menghadapi berbagai tekanan global. "Dengan defisit 2,5 persen saja sebetulnya kami melihat ini masih merupakan daya stimulus yang cukup besar dalam perekonomian," kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.
Selain itu, ia mengatakan, pilihan lainnya apabila penerimaan dari sektor pajak tidak sesuai proyeksi adalah melakukan pemotongan anggaran di kementerian lembaga, terutama bagi belanja operasional nonprioritas yang tidak memberikan kontribusi langsung kepada pembangunan. Pilihan berikutnya, kata Sri Mulyani, adalah dengan melakukan manajemen arus kas (cash flow management) melalui penundaan pencairan belanja transfer ke daerah dan dana desa ke tahun anggaran berikutnya, apabila dimungkinkan.
"Cash flow management termasuk melakukan 'delay', kalau proyek hanya berlangsung setahun, kita langsung minta untuk dijadikan 'multiyears'. Langkah ini termasuk melakukan penundaan pemberian DAK, DAU maupun DBH ke tahun depan," kata Sri Mulyani.
Rapat kerja ini dilakukan karena pemerintah akan melakukan pemangkasan belanja kementerian lembaga Rp 65 triliun serta transfer ke daerah dan dana desa Rp72,9 triliun, akibat penerimaan pajak yang diperkirakan meleset Rp 219 triliun. Terkait rencana penghematan anggaran, Komisi XI memberikan rekomendasi kepada pemerintah agar dalam melakukan penghematan belanja kementerian lembaga tetap memperhatikan target pembangunan yaitu penurunan tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran, perbaikan rasio gini, dan peningkatan indeks pembangunan manusia.
Komisi XI juga meminta pemerintah dalam melakukan penghematan belanja transfer ke daerah dan dana desa agar tidak mengganggu likuiditas keuangan pemerintah daerah, perkembangan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di daerah. Secara keseluruhan, Komisi XI menginginkan agar upaya penghematan belanja negara dapat dilakukan secara menyeluruh melalui skema membagi beban secara proposional antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Rapat kerja tersebut juga mengambil kesimpulan perlunya membentuk rapat panitia kerja (panja) untuk membahas transfer ke daerah dan dana desa serta untuk membahas investasi pemerintah di BUMN dan sepakat untuk melaksanakan rapat kerja lanjutan untuk membahas tunjangan profesi guru.
Sementara, terkait dengan implementasi amnesti pajak, Komisi XI meminta adanya perbaikan dalam pelaksanaan UU Pengampunan Pajak dengan pengajuan narasumber yang lebih kompeten dalam melakukan sosialisasi serta dilakukan dengan lebih persuasif dan menonjolkan keteladanan para pejabat.
Komisi XI juga mengharapkan pemerintah untuk fokus pada tujuan utama amnesti pajak, yaitu mengembalikan aset WNI di luar negeri dan membuat strategi yang komprehensif, konkrit, dan efektif serta membuat instrumen investasi yang menarik, agar dapat menjadi sumber pertumbuhan ekonomi yang baru.