EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan meningkatkan pengawasan dan penindakan terhadap peredaran rokok ilegal menjelang kenaikan tarif cukai hasil tembakau pada 2017.
"Sepanjang tahun 2016, Bea Cukai telah melakukan penindakan terhadap 1.350 kasus hasil tembakau ilegal. Ini termasuk penindakan hasil tembakau asal impor," kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pembudi dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (12/10).
Heru menjelaskan dari 1.350 kasus tersebut sebanyak 156,2 juta batang rokok telah diamankan oleh institusi bea dan cukai dengan nilai barang hasil penindakan mencapai Rp 116,2 miliar. Jumlah penindakan sepanjang tahun 2016 tersebut merupakan yang paling tinggi jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, mulai dari 2013 hingga 2015.
Pada 2013, terdapat 635 kasus dengan jumlah barang penindakan sebanyak 94,1 juta batang yang nilainya mencapai lebih dari Rp 52 miliar. Sedangkan pada 2014, terdapat 901 kasus dengan jumlah barang penindakan sebanyak 120 juta batang yang bernilai Rp 118,56 miliar.
Pada 2015 terdapat peningkatan penindakan cukup signifikan yaitu sebanyak 1.232 kasus dengan jumlah barang penindakan 89,6 juta batang senilai Rp 90,68 miliar telah diamankan.
Sebelumnya, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan cukai yang baru dan mulai berlaku pada 2017 melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan nomor 147/PMK.010/2016. Kenaikan tarif cukai tertinggi ditetapkan 13,46 persen untuk jenis hasil tembakau Sigaret Putih Mesin (SPM) dan terendah adalah sebesar 0 persen untuk hasil tembakau Sigaret Kretek Tangan (SKT) golongan IIIB, dengan kenaikan rata-rata tertimbang sebesar 10,54 persen.
Salah satu pertimbangan dari kenaikan tarif cukai hasil tembakau pada tahun depan adalah sebagai instrumen disinsentif bagi rokok ilegal. Selain kenaikan tarif cukai, terdapat kenaikan harga jual eceran (HJE) rata-rata sebesar 12,26 persen dengan pertimbangan untuk pengendalian produksi, tenaga kerja, rokok ilegal, dan penerimaan cukai.