Jumat 18 Nov 2016 09:16 WIB

APTI Desak DPR Sahkan RUU Pertembakauan

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Nidia Zuraya
Petani memanen daun tembakau di persawahan desa Mandisari, Parakan, Temanggung, Jawa Tengah.
Foto: Antara/Anis Efizudin
Petani memanen daun tembakau di persawahan desa Mandisari, Parakan, Temanggung, Jawa Tengah.

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Ratusan petani tembakau dari berbagai daerah sentra penghasil tembakau yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menuntut DPR segera mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Pertembakauan menjadi UU.

Ketua APTI Agus Parmuji mengatakan, berdasarkan pantauan petani tembakau, seluruh proses pembahasan RUU tersebut tidak ada yang menyalahi aturan untuk dibawa ke rapat paripurna. Sehingga, petani tembakau pun yakin pembahasan RUU di Badan Legislatif (Baleg) tidak ada mekanisme yang dilanggar.

”Kami merasa kecewa dengan sikap DPR yang tidak segera membawa RUU ini ke Badan Musyawarah. Bahkan, surat APTI‎ terkesan tidak ditanggapi secara serius," kata Agus melalui siaran pers, Jumat (18/11).

Agus menuturkan, adanya unjuk rasa para petani tembakau di gedung DPR beberapa hari kemarin dilakukan  karena tidak adanya respon dari pimpinan DPR atas surat audiensi yang telah mereka kirimkan. Anehnya, DPR malah hanya merespon dari kelompok anti tembakau. Hal tersebut jelas membuat asosiasi petani tembakau protes  dan mempertanyakan sikap pimpinan DPR.

Ketua Departemen Antar Lembaga APTI Yudha Sudarmaji meminta agar pemerintah membuat regulasi yang jelas soal cukai rokok impor dan atau rokok yang menggunakan bahan baku tembakau impor. Seharusnya, Rokok impor atau rokok yang menggunakan bahan baku impor, mestinya dikenakan cukai tiga kali lipat dibanding rokok yang mengunakan bahan baku lokal.

Untuk membantu para petani tembakau, Yudha mengusulkan adanya regulasi yang memprioritaskan penyerapan tembakau lokal. ”Produksi industri rokok menggunakan 80 persen bahan baku lokal, dan 20 persen bahan baku impor,” tegasnya.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement