EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah Republik Indonesia berkomitmen untuk meningkatkan nilai perdagangan dan investasi dengan Republik Islam Iran, yang saat ini jumlahnya masih kecil dibandingkan dengan potensi ekonomi dari kedua negara.
"Ini memang sudah lama tidak dilanjutkan (karena Iran terkena sanksi ekonomi), tapi kita berharap dalam dua atau tiga tahun bisa pulih kembali," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution di Jakarta, Jumat (25/11).
Untuk itu, kedua negara menyepakati kerja sama baru dalam sektor perdagangan maupun investasi melalui Sidang Komisi Bersama Ekonomi (SKB) Bidang Kerja Sama Ekonomi dan Perdagangan antara Republik Indonesia-Republik Islam Iran. Darmin merupakan pimpinan delegasi pemerintah dalam SKB ini dan Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan SKB yang pertama, pascaimplementasi kesepakatan Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) yang mencabut sebagian sanksi ekonomi Iran.
Ikut hadir dalam SKB ini, Menteri Komunikasi dan Teknologi Informasi Iran Mahmoud Vaezi yang merupakan pimpinan delegasi Iran, Duta Besar Iran untuk Indonesia Valioah Mohammadi serta Duta Besar Indonesia untuk Iran Octaviano Alimudin.
Darmin mengatakan melalui penandatanganan komitmen baru, maka Indonesia bisa mencari pasar ekspor baru ke Iran untuk memulihkan kinerja perdagangan yang masih dilanda kelesuan, karena perlambatan ekonomi global. "Itu nanti bisa memulihkan perdagangan kita dengan Iran. Apalagi dengan situasi dimana negara-negara tujuan ekspor tidak terlalu menggembirakan. Buat kita ini penting, sehingga bisa meningkatkan ekspor kita ke Iran," katanya.
Darmin mengatakan berbagai jenis barang ekspor asal Indonesia yang bisa dikirim ke Iran adalah kelapa sawit, tekstil maupun pakaian jadi serta produk industri manufaktur unggulan lainnya. Mengenai potensi peningkatan investasi, Darmin mengatakan Iran berminat untuk berinvestasi dalam sektor minyak dan gas, meski belum ada komitmen resmi terkait rencana penanaman modal tersebut.
"Mereka belum bilang yang mana, tapi mereka berkeinginan untuk masuk ke kilang. Bahkan di listrik, kesempatan untuk investasi di 35 ribu MW itu banyak banget. Itu dibagi-bagi kepada banyak investor," ujarnya.
Darmin mengatakan bila Iran mau berinvestasi dalam pembangunan kilang, Indonesia bermanfaat mendapatkan cadangan minyak yang bermanfaat untuk penyediaan energi nasional dalam jangka panjang. "Sebenarnya dari negara yang ada minyaknya, buat Indonesia bagus juga, sehingga itu bisa di'backup' dengan kontrak jangka panjang suplai minyak. Kalau cuma kilang minyak dibuat, tapi suplainya tidak ada kontrak jangka panjang, dunia gonjang ganjing kita bisa kena," ujarnya.
Saat ini, nilai total perdagangan bilateral Indonesia-Iran pada 2015 mencapai 273,1 juta dolar AS, mengalami tren penurunan sebesar 38,51 persen sejak 2011, yang waktu itu tercatat sebesar 1,8 miliar dolar AS. Sementara sampai bulan Agustus 2016, nilai perdagangan bilateral baru mencapai 150 juta dolar AS atau lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu yaitu sebesar 195 juta dolar AS.
Pada bidang investasi, berdasarkan catatan dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi Iran di Indonesia secara kumulatif dalam periode 2011-2014 mencapai 6,3 juta dolar AS dengan 16 proyek. Potensi kerja sama baru telah terlihat dari sektor energi seperti Pertamina dan National Iranian Oil Company (NIOC) yang berkolaborasi dalam suplai LPG pada 2016 sebesar 88 ribu ton dan jumlahnya terus meningkat pada 2017.