EKBIS.CO, JAKARTA -- Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan pemerintah dalam proses reformasi kebijakan pemanfaatan gas alam. Arcandra menuturkan proses tersebut untuk menggerakkan ekonomi, menciptakan nilai tambah dan memasok energi dalam negeri.
Kendati demikian sebagai salah satu produsen global, lanjut dia, Indonesia sedang berjuang melayani permintaan domestik. Ia menerangkan saat ini negara kita kekurangan infrastruktur untuk mendistribusi gas, tidak adanya pasar, dan harga kebijakan terpadu.
"Indonesia telah mengambil langkah serius terhadap reformasi sektor energi dan langkah ini memberikan landasan yang kuat terhadap framing energi nasional kita," kata Arcandra saat memberikan paparan dalam forum The Indonesian Gas Society (IGS) bersama Pertamina, di Jakarta Convention Center (JCC), Selasa (7/2).
Ia menerangkan sejak pengembangan gas alam pada 1970-an, penggunaan gas masih terbatas. Produksi gas diekspor dalam bentuk LNG (gas alam cair) dan pipa gas sebagai sumber penerimaan negara dengan harga sekitar 14 persen hingga 15 persen dari harga minyak.
Arcandra melanjutkan, pada awal 2000-an harga gas masih di atas 60 persen dari harga minyak. "Pada saat itu, harga gas dan biaya distribusi masih terjangkau untuk industri," ujarnya.
Mulai akhir 2014, harga gas pipa menjadi lebih mahal dibanding LNG. Namun harga gas pipa Indonesia, kata Arcandra, masih dibawah rata-rata harga gas dunia.
Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 14 Tahun 2016 mengenai harga gas alam untuk industri tertentu. Kemudian ada penurunan harga gas untuk industri pupuk, petrokimia dan baja. "Ulasan harga gas untuk industri lain sedang dilakukan pemerintah," tutur Arcandra.
Ia menerangkan faktor utama dalam menyesuaikan harga gas adalah multiplier efek dan daya saing industri. Impor diperbolehkan ketika Industri tidak mampu mendapatkan harga 11,5 persen dari ICP.
Saat ini pertumbuhan ekonomi domestik lebih tinggi daro pasokan dalam negeri. Oleh karenanya, pemerintah kata Arcandra terus mempercepat pengembangan proyek gas dan bahan bakar, kemudian menutup kesenjangan pasokan dengan impor gas.