EKBIS.CO, JAKARTA -- Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menuturkan pemerintah perlu bekerja sama dengan Cina dan Singapura terkait perjanjian Automatic Exchange of Information (AEOI)
Menurut Bhima, perjanjian AEOI bisa membantu pemerintah melakukan repatriasi harta wajib pajak yang berada di luar negeri. Selama ini, kata dia, dua negara tersebut selalu menolak untuk membuat perjanjian AEOI. "Nah negara-negara yang masih menolak itu coba didekati," kata dia, Sabtu (1/4).
Dengan adanya kesepakatan tersebut, kata dia data-data orang kaya yang menyimpan hartanya di luar negeri dapat dilihat secara transparan untuk kepentingan perpajakan. Artinya, sesama negara yang membuat kesepakatan AEOI, itu akan bisa saling berbagi informasi terkait data perpajakan.
Sedangkan negara yang telah memiliki hubungan diplomatik yang baik dengan Indonesia, menurut Bhima, pun harus ditekankan lagi soal transparansi informasi data perpajakan. "Ini perlu ditekankan terus. Nanti data perpajakan itu bisa ditukar dengan Indonesia, jadi saling menguntungkan," ucap dia.
Bhima menjelaskan, jika data wajib pajak tersebut berada di Indonesia, maka bisa dilihat dari data perbankan. Data dari perbankan ini, seperti deposito atau rekening, harus dibuka karena demi kepentingan penyidikan pajak. Dari situlah, akan terlihat data harta kekayaan yang dimiliki seorang wajib pajak.
"Nanti kelihatan, orang-orang ini kok sudah dikasih waktu untuk tax amnesty tetap nggak ikut, masih ngemplang juga," kata dia.
Setelah itu, pihak otoritas perpajakan perlu mencocokan data yang diperolehnya dengan data perbankan seperti kartu kredit atau rekening. Dalam proses ini, akan terlihat wajar atau tidaknya harta seorang wajib pajak. Jika ditemukan ada pelanggaran atau terbukti mangkir dari kewajiban membayar pajak, maka wajib pajak tersebut bahkan bisa dibui.
"Penegakan hukumnya bahkan sampai pada penahanan wajib pajak badan atau wajib pajak perorangan yang terbukti mangkir dari kewajiban membayar pajak," kata dia.