Ahad 04 Jun 2017 07:00 WIB

Lestarikan Orisinalitas Makna Kain Batik

Red: Gita Amanda
Para pembicara di forum Kafe BCA VI bertajuk Khasanah Batik Pesona Budaya
Foto: BCA
Para pembicara di forum Kafe BCA VI bertajuk Khasanah Batik Pesona Budaya

EKBIS.CO, Kain batik salah satu kebanggaan Indonesia yang mencerminkan khazanah budaya leluhur. Batik Indonesia secara resmi telah diakui oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sebagai Budaya Tak Benda Warisan Manusia sejak tahun 2009.

Dalam forum Kafe BCA VI bertajuk Khasanah Batik Pesona Budaya, Direktur Edukasi dan Ekonomi Kreatif, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Poppy Savitri  mengajak untuk melestarikan makna kain batik sesungguhnya. “Tentu, kita familiar dengan kain batik. Namun, banyak yang salah kaprah menyebutkan kain motif batik menjadi kain batik. Oleh karena itu, saya ingin mengingatkan kembali bahwa kain bisa disebut batik, jika perintang warnanya terbuat dari malam. Selain dari itu, kita menyebutnya kain motif batik,” ujarnya seperti tertuang dalam siaran pers.

Bila kita melihat kain bermotif batik yang melalui proses printing ataupun sablon, alangkah bijaknya tidak disebut dengan kain batik. Poppy menambahkan, makna batik harus didalami dan digunakan secara tepat. Agar kemurnian dan identitas kearifan lokal tersebut terus lestari. Mengingat, para pembatik mendedikasikan waktu dan pikiran untuk berkarya, bahkan ada yang berpuasa selama 40 hari.

Dengan ketekunan,kesabaran, dan disiplin, mereka berjibaku selama satu hingga dua tahun menghadapi rutinitas dan kain yang sama. Mereka setara dengan para artisan di luar negeri, bukan sekadar pengrajin biasa. Di dalam sehelai kain batik tersimpan harmonisasi pikiran, jiwa, filosofi, dan doa.

Tahapan proses membatik juga beragam, sesuai kerumitan pola, bahan, dan teknik yang digunakan. Contohnya, motif batik pedalaman terinspirasi kepada alam pikiran Keraton yang kental unsur religius dan mistis. Sementara, batik pesisiran lebih dinamis dengan penggunaan corak cumi atau udang yang identik dengan kondisi setempat. Adapula batik Pekalongan yang terpengaruh motif Cina.

“Akulturasi budaya ini terjadi karena besarnya permintaan alas sembahyang saat itu. Namun lamanya waktu dan jauhnya jarak pengiriman dari Cina, membuat para penjajah saat itu berinovasi membuat alas tersebut di atas kain batik,” ujar Poppy.

Variasi motif batik yang sarat makna dan filosofis mendalam, kian sempurna bila penggunaannya sesuai tempat. Sebaiknya, menurut Poppy pengguna harus mencari tahu makna motif di balik sehelai kain batik sebelum dikenakan atau dijahit. Sebab ada jenis kain batik yang tidak bisa sembarang dipakai, seperti kain penutup jenazah atau acara kesedihan.

"Memakai kain batik sesuai makna dan tempatnya merupakan bagian dari ethical fashion. Gerakan tersebut juga kami giatkan di Bekraf bersama para desainer dan pengrajin wastra Nusantara lainnya, tidak hanya Batik,” kata Poppy menjelaskan.

Selain itu, Bekraf juga berupaya menciptakan iklim yang kondusif guna mendorong kreativitas para pembatik. Contohnya, memberikan nilai tambah kepada batik melalui pengemasan yang berkualitas. Di dalam pembungkusnya dikisahkan filosofi corak, si pembatik, dan prosesnya. Upaya untuk melestarikan kain batik adalah bagian dari merawat warisan budaya. Ketika dihadapkan dengan tingginya permintaan pasar akan kain bermotif batik, itu menjadi tantangan tersendiri.

Oleh karena itu, proses panjang dari membatik dijadikan keunggulan melalui kisah yang disampaikan kepada pasar. Jangan lupa untuk membiasakan tidak menyebut kain bermotif batik dengan batik. Hal tersebut bukan hanya tugas yang diemban Bekraf, tetapi tanggung jawab bersama.

Direktur Edukasi dan Ekonomi Kreatif, Bekraf Poppy Avitri dan Direktur BCA Jahja Setiaatmadja

Selain Poppy, Rektor Universitas Pekalongan Suryani, dan Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja. Jahja mengatakan sebagai salah satu perusahaan yang lahir dan besar di Indonesia, BCA melakukan berbagai cara untuk mendukung Pekalongan mempertahankan eksistensinya sebagai kota Batik. Untuk meningkatkan kualitas pengrajin Batik di Pekalongan, BCA baru saja meresmikan Kampung Batik Gemah Sumilir, Wiradesa, Pekalongan sebagai salah satu Desa Wisata Binaan BCA.

"Kami juga bekerja sama dengan pengrajin Batik di Pekalongan untuk memproduksi Batik Hoko BCA sebagai seragam yang dikenakan oleh lebih dari 23 ribu karyawan BCA dari Sabang sampai Merauke,” ujar Jahja.

Mengingat eksistensi batik tak bisa dilepaskan dari kota Pekalongan. Dalam forum Kafe BCA VI tersebut, BCA meluncurkan buku Batik Pekalongan: Dari Masa ke Masa yang ditulis secara apik oleh Budi Mulyawan. Buku ini diharapkan dapat meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap Batik dan menjadi inspirasi bagi kemajuan teknik membatik di Indonesia.

Yuk gabung diskusi sepak bola di sini ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement