Senin 12 Jun 2017 07:00 WIB
Analisis

Akses Rekening untuk Pajak dan Ekonomi

Red: Maman Sudiaman
Ekonom Umar Juoro.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ekonom Umar Juoro.

EKBIS.CO, Oleh: Umar Juoro

Setelah Pemerintah mengeluarkan Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti UU) yang ditandatangi Presiden, Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Pelaksanaan bagi akses pajak terhadap rekening di lembaga keuangan, baik bank, asuransi, maupun lembaga keuangan lainnya. Penerbitan peraturan ini adalah dalam rangka memenuhi ketentuan Open Access Information (AEoI) di tingkat internasional. Selain itu  pemerintah juga sekalian memanfaatkan momentum ini untuk memperbaiki informasi basis pajak dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

Ketentuan batasan saldo dalam akun yang sebelumnya ditetapkan sebesar Rp 200 juta, dalam sehari dirubah menjadi Rp 1 miliar setelah mendapatkan masukan dan kritik dari berbagai pihak untuk tidak menyasar golongan menengah berkaitan dengan pajak. Jumlah akun yang harus dilaporkan menjadi 496 ribu, yang merupakan 65% dari dana pihak ketiga di perbankan.

Salah satu tujuan menetapkan kerahasian perbankan adalah untuk meningkatkan tabungan masyarakat khususnya di perbankan. Dengan memberikan keterbukaan akses pajak pada rekening di perbankan, ada kekhawatiran bahwa masyarakat penabung akan memindahkan dananya dari perbankan, atau menyebar dananya di bawah ketentuan untuk pelaporan pajak. Jika hal ini terjadi maka perbankan akan kekurangan dana untuk menyalurkan kredit yang sangat penting bagi perkembangan ekonomi.

Menteri Keuangan menampik kekhawatiran tersebut dan menjamin tidak akan terjadi penyalahgunaan dari wewenang aparat pajak. Namun jika kita lihat selama program amnesti pajak terlihat terjadinya perlambatan dalam konsumsi masyarakat. Kredit pemilikan rumah mengalami perlambatan yang antara lain karena kepemilikan rumah melakui KPR langsung terakses oleh kantor pajak.

Bagi pemerintah perburuan pajak masih akan terus berlangsung untuk memenuhi target penerimaan pajak. Setelah program amnesti pajak yang memberikan pemasukan pajak sebesar Rp 147 triliun tahun lalu, pemerintah masih harus berusaha keras mendapatkan penerimaan pajak untuk memenuhi target tahun ini. Argumentasi tetap sama Indonesia adalah termasuk terendah diantara negara tetangga dalam rasio pajak terhadap PDB hanya sekitar 12%. Karena itu kepatuhan wajib pajak harus ditingkatkan.

Namun di lain sisi, apakah tidak sebaiknya pemerintah memberikan fokus pada menstimulasi ekonomi dalam ekonomi yang pertumbuhannya    cenderung melambat ketimbang mengejar pajak yang justru melemahkan kegiatan ekonomi. Dengan ketimpangan yang cukup tinggi, Gini Rasio 0,39, bukankah mengejar pajak apalagi pada golongan menengah justru akan memperburuk ketimpangan pendapatan. Sementara itu golongan berpendapatan tinggi masih dapat leluasa menghindar dari kewajiban pajaknya.

Dapat dimengerti pemerintah menghendaki penerimaan pajak yang lebih besar untuk mendukung pembangunan infrastruktur dan program sosial. Namun kurang efektifnya pengeluaran pemerintah, ditambah dengan korupsi yang menyebar tidak saja di pusat tetapi juga di daerah membuat pembayar pajak menjadi  enggan untuk meningkatkan kepatuhannya. Bagaimana korupsi anggaran untuk e-KTP  yang mencapai sekitar setengah dari anggaran yang semestinya memberikan pelayanan lebih baik kepada masyarakat, menjadi semakin meragukan penggunaan penerimaan pajak untuk perbaikan pelayanan masyarakat.

Belakangan ini pelaksanaan Hak Angket KPK yang diperkirakan akan memperlemah KPK dalam mengatasi korupsi bahkan diberikan anggaran yang bersumber dari pajak masyarakat. Keadaan ini tidak mendukung upaya supaya masyarajat meningkatkan kepatuhan dalam menbayar pajak.

Usaha pemerintah untuk menigkatkan penerimaan pajak juga semakin tidak terkait dengan perbaikan pelayanan umum. Anggaran yang dipergunakan di pusat maupun di daerah untuk belanja rutin tidak banyak memberikan peningkatan yang signifikan dalam perbaikan pelayanan publik. Kementerian Kauangan akan menjelaskan bahwa tugas mereka adalah menarik pajak, sedangkan palayanan unum di lakukan oleh kementerian dan lembaga pemerintahan lainnya. Namun menjadi tanggung jawab pemerintah secara keseluruhan berkaitan dengan perbaikan pelayanan publik ini.

Untuk meningkatkan akuntabilitas dalam penggunaan pajak,  sedapat mungkin semakin diperjelas pemanfaatannya. Pajak pendapatan individu terutama dipergunakan utik belanja apa, dan pajak badan dipergunakan untuk belanja apa, sehingga wajib pajak dapat mengetahui pemanfaatan pajak yang dibayarnya dengan benar. Memang lebih mudah dalam hal pajak tidak langsung. Misalnya pajak kendaraan bermotor untuk membangun transportasi publik. Pajak tanah dan bangunan untuk infrastruktur. Dengan demikian masyarakat dapat langsung mengikuti dan merasakan hasil dari pajak yang dibayarkan. Dengan demikian upaya meningkatkan penerimaan pajak semakin di fokuskan pada bentuk pajak tidak langsung.

Karena pajak tidak langsung mengenai masyarajat secara kesuluruhan tidak bergantung pada tingkat pendapatan, maka pajak pendapatan uang bersifat langsung fokusnya adalah pada pembayar pajak berlendapatan tinggi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement