EKBIS.CO, JAKARTA -- Ahli hukum, James Purba mengatakan, perusahaan yang tengah mengalami kesulitan dalam pembayaran utang sebaiknya diselesaikan melalui proses restrukturisasi atau PKPU ketimbang harus diputuskan pailit.
"Biasanya perusahaan mengalami kesulitan karena kondisi ekonomi yang belum mendukung, sehingga langkah restrukturisasi utang atau melalui PKPU (Penyelesaian Kewajiban Pembayaran Utang) merupakan solusi terbaik," kata James di Jakarta, Selasa (11/7). Menurut James, kalau diputus pailit maka perusahaan itu akan berhenti sampai disitu saja tidak akan ada kontribusinya bagi ekonomi, serta bagi negara tidak akan ada lagi penerimaan pajak.
Banyak dari kasus-kasus utang di pengadilan niaga lebih diselesaikan melalui jalur restrukturisasi karena mempertimbangkan berbagai aspek yakni kelangsungan usaha mitra, kelangsungan pekerja, serta kontribusi ekonomi apalagi kalau kasus tersebut melibatkan perusahaan besar.
James mengatakan, melalui PKPU, debitur meminta waktu untuk menjadwal kembali pembayaran utang yang jatuh tempo sampai beberapa waktu sesuai kesepakatan, namun untuk memenuhi hal tersebut harus disepakati mayoritas kreditur.
Minimal lebih dari setengah kreditur atau mewakili dua pertiga kreditur yang mewakili total kewajiban yang harus dipenuhi perusahaan menyetujui PKPU, jelas dia.
Menurut James sesuai peraturan dan perundangan maksimal 270 hari sudah harus mencapai kesepakatan PKPU, kalau sampai batas waktu tersebut belum tercapai kesepakatan maka debitur/ perusahan dapat dipailitkan.
Salah satu perusahaan besar yang saat ini tengah menempuh langkah PKPU adalah Sujaya Group. Perusahaan peternakan terintegrasi berbasis di Kalimantan Barat itu akan menghadapi pemungutan suara (voting) dari pihak kreditur yang akan dilaksanakan Rabu (12/7). Kuasa hukum Sujaya Group, Aji Wijaya menyatakan optimistis rencana perdamaian yang ditawarkan kliennya akan disepakati.
"Memang terdapat beberapa perubahan minor yang dilakukan tapi kami percaya setiap bank mendukung karena mereka (bank) pada umumnya kan tahu perusahaan masih jalan. Kalau perusahaan sudah mati dari beberapa tahun lalu ya bank tidak akan mau, kami percaya bank akan mendukung" kata Aji.
Dalam proposal perdamaian, dijelaskan bahwa skema restrukturisasi utang yang ditawarkan kepada para kreditur adalah dengan menjual saham perusahaan.
Menurut Aji, sebelum dijual nilai perusahaan akan ditingkatkan terlebih dahulu untuk kemudian diberikan kepada para kreditur. Skema seperti ini dikenal dengan mandatory convirtible bond (MCB).
Berdasarkan hasil verifikasi utang yang sudah dilakukan, total utang yang harus direstrukturisasi oleh Sujaya Group sebesar Rp 3 triliun dengan total kurang lebih 100 kreditur.
Namun di balik itu, Aji menekankan bahwa Sujaya Group memiliki posisi yang sangat penting bagi daerah Singkawang (lokasi perusahaan).
Selain memberikan kontribusi yang besar bagi APBD daerah, perusahaan yang terletak di Kalimantan Barat tersebut juga berperan penting bagi para stakeholder seperti pedagang telur, pedagang ayam, supplier bahan baku, dan sebagainya.
Terkait investor, Aji mengatakan sejauh ini belum ada pihak yang mengajukan proposal kepada kliennya. Namun, sudah ada investor yang mau menjembatani Sujaya Group untuk sehat kembali sehingga saham perusahaan dapat dijual.
Sujaya Group merupakan perusahaan peternakan ayam terintegrasi yang terletak di Singkawang, Kalimantan Barat. Sujaya Group berstatus PKPU sejak 18 Oktober 2016. Saat itu, HSBC bertindak selaku pemohon yang telah memberikan fasilitas pinjaman masing-masing senilai Rp622,26 miliar dan Rp 62,86 miliar. Adapun total utang debitur hingga saat ini mencapai Rp 3 triliun yang terdiri dari kreditur konkuren sebesar Rp 670,33 miliar dan separatis mencapai Rp 2 triliun.