Rabu 19 Jul 2017 20:34 WIB

Perusahaan Wajib Pulihkan Kawasan Ekosistem Gambut

Red: Qommarria Rostanti
Lokasi lahan gambut yang dibakar di kawasan Nyaru Menteng, Kelurahan Tumbang Tahai, Kecamatan Bukit Batu, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Rabu (28/10).
Foto: Antara/Jessica Helena Wuysang
Lokasi lahan gambut yang dibakar di kawasan Nyaru Menteng, Kelurahan Tumbang Tahai, Kecamatan Bukit Batu, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Rabu (28/10).

EKBIS.CO, JAKARTA -- Perusahaan perkebunan yang berlokasi di wilayah kesatuan hidrologis gambut (KHG) ekosistem gambut diwajibkan untuk memulihkan kawasan fungsi lindung ekosistem gambut (FLEG). Hal ini sesuai amanat Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 jo. Nomor 57 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.

 

Berdasarkan hasil inventarisasi KHG Nasional Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) 2017, terdapat total 865 KHG dengan luas 24.667.804 hektare yang terdiri dari 12.398.482 hektare fungsi lindung dan 12.269.312 hektare fungsi budi daya. KHG ini tersebar di Sumatra sebanyak 207, 190 di Kalimantan, tiga di Sulawesi, dan 465 di Papua. Setiap KHG ditetapkan 30 persen sebagai FLEG, yang salah satu tujuannya untuk keperluan keseimbangan neraca air.

Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), MR Karliansyah mengatakan perusahaan dapat melakukan kegiatan di wilayah ekosistem gambut fungsi budi daya. Syaratnya yaitu, tetap menjaga ketinggian muka air tanah mencapai kurang dari 0,4 meter di bawah permukaan gambut.

Perusahaan yang berada di wilayah FLEG harus membuat tata kelola air dengan sistem pengelolaan air dan bangunan air guna pemulihan ekosistem gambut. "Harus terbangun pada enam bulan pertama," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Rabu (19/7).

Karliansyah mengatakan perbaikan tata kelola air tanah tersebut harus terlihat dalam waktu tiga bulan sejak dibangunnya bangunan air. Bagi perusahaan yang berada di wilayah FLEG, pemerintah memberikan waktu untuk mengusahakannya sampai sisa daur tanaman yang dilanjutkan dengan pemulihan. Sedangkan untuk ekosistem gambut dengan fungsi budi daya dapat diusahakan sampai dengan masa berlaku izin.

Karliansyah mengatakan upaya pemulihan dilakukan dengan cara merestorasi fungsi hidrologis dan revegetasi dengan tanaman endemik. Untuk perusahaan yang sudah terlanjur beroperasi pada ekosistem gambut dengan fungsi lindung, maka wajib melakukan pemulihan kawasan yang dipakai. "Cara pemulihan tersebut bisa melalui suksesi alami, rehabilitasi dengan perubahan vegetasi, dan restorasi dengan tata kelola air," kata dia.

Pemulihan fungsi ekosistem gambut harus dilakukan paling lama 30 hari sejak diketahui ada kerusakan atau kebakaran. Dia menyebut, melalui peraturan dan kebijakan ini, pemerintah tidak bermaksud mematikan kegiatan perusahaan maupun ekonomi masyarakat, melainkan untuk melindungi kawasan lindung gambut agar kembali ke fungsinya.

KLHK sudah menyampaikan surat perintah pemulihan kepada setiap perusahaan yang dilengkapi dengan peta fungsi ekosistem gambut, peta kanal, dan peta kebakaran 2015/2016. Selanjutnya, perusahaan diminta segera menyampaikan dokumen rencana pemulihan ekosistem gambut dan menyampaikan usulan titik penaatan tinggi muka air tanah di ekosistem gambut kepada KLHK. Dokumen rencana tersebut harus diserahkan paling lambat 4 Agustus 2017.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement