Selasa 08 Aug 2017 00:01 WIB

BI Ungkap Alasan Utang RI Lebih Sehat Dibanding Negara Lain

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara menjadi pembicara dalam dialog Reformasi Kebijakan Operasi Moneter Bank Indonesia di Jakarta, Senin (15/8).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara menjadi pembicara dalam dialog Reformasi Kebijakan Operasi Moneter Bank Indonesia di Jakarta, Senin (15/8).

EKBIS.CO, PADANG -- Bank Indonesia (BI) menyatakan porsi utang pemerintah Indonesia masih dalam level sehat. Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara menyebutkan, porsi utang Indonesia saat ini sebesar 28 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Angka ini masih jauh di bawah batas toleransi utang yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Keuangan Negara sebesar 60 persen dari PDB.

Lantas dari mana batas 60 persen disepakati? Mirza mengungkapkan, Indonesia mengadopsi kebijakan yang berjalan di negara-negara Eropa di mana prasyarat untuk bergabung ke dalam Masyarakat Ekonomi Eropa adalah suatu negara tidak diperkenankan memiliki utang di atas 60 persen dari PDB negaranya.

"Namun kenyataannya masih banyak pemerintah di Eropa yang utangnya di atas 60 persen PDB, kayak Yunani sampai 180 persen dari PDB-nya," ujar Mirza saat ditemui usai pelantikan Kepala Perwakilan BI Sumatra Barat, Senin (7/8).

Tak hanya itu, bila dibandingkan dengan sejumlah negara dengan ekonomi raksasa seperti Jepang dan Amerika Serikat (AS), porsi utang Indonesia terbilang "mending". Mirza mengungkapkan, utang yang ditarik pemerintah Jepang tembus 300 persen dari nilai PDB-nya. Bahkan, AS juga memiliki porsi utang yang menyamai nilai PDB-nya sendiri.

"Jadi pemerintah Jepang kurang baik kelola utang. Sedangkan di Indonesia, lembaga rating ikut menilai kredibilitas kita. Utang Indonesia sangat sehat," ujar Mirza.

Mirza mengakui, nilai utang di pemerintahan Presiden Jokowi memang jauh di atas nilai utang di pemerintahan yang lalu. Namun ia mengingatkan bahwa tingginya nilai utang tersebut harus dibandingkan juga dengan semakin tingginya angka PDB Indonesia.

"Misal gaji  Rp 1 juta boleh nggak utang Rp 280 ribu? Dari sisi ilmu keuangan boleh, karena dia pasti mampu membayar. Namun gaji Rp 1 juta boleh nggak utang Rp 40 juta? Wah itu ndak sehat," katanya.

Hingga Juni 2017, utang pemerintahan Jokowi tercatat sebesar Rp 3.706,52 triliun. Pemerintah memutuskan untuk menambah utang sebesar Rp 1.166 triliun di periode 2015-2017 yang disebutkan bakal digunakan untuk belanja produktif, seperti membangun infrastruktur, belanja pendidikan, kesehatan, sampai dengan meningkatkan perlindungan sosial.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement