EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia akan menerbitkan ketentuan perhitungan Rasio Pembiayaan terhadap Pendanaan (Financing to Funding Ratio/FFR) untuk menstimulus perbankan agar menyalurkan kelebihan likuiditasnya ke pasar, dengan membeli obligasi korporasi.
Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan dengan adanya ketentuan FFR, perbankan akan terdorong untuk meningkatkan fungsi intermediasi pembiayaan ke sektor perekonomian, selain melalui penyaluran kredit.
"Kalau hanya kredit, bank kan mesti menunggu permintaan, bank kan juga harus menilai risiko kredit. Jadi ini dengan membeli obligasi korporasi juga akan meningkatkan pembiayaan kepada ekonomi," ujar dia di Jakarta, Kamis (24/8).
Ketentuan FFR diharapkan akan mendorong perbankan untuk menyalurkan dana segar pembiayaan ke sektor-sektor ekonomi melalui pembiayaan ke obligasi. Hingga Juni 2017, fungsi intermediasi perbankan melalui kredit memang masih tumbuh melambat, di kisaran 7,6 persen (yoy) dibandingkan Mei 2017 yang sebesar 8,6 persen (yoy).
Ketentuan FFR ini, kata Perry, akan menyempurnakan ketentuan yang sudah berlaku untuk intermediasi perbankan saat ini yakni Rasio Pendanaan terhadap Kredit atau Loan to Funding Ratio/LFR. Perry menekankan ketentuan FFR ini akan dikeluarkan pada 2017.
Namun,aspek pembiayaan atau financing dalam FFR tersebut baru dihitung BI jika perbankan membeli obligasi korporasi. Pembelian instrumen utang lain seperti Medium Term Notes atau Negoitable Certificate Deposit (NCD) oleh perbankan belum akan dihitung BI sebagai pembiayaan atau intermediasi yang dilakukan bank. "Baru untuk obligasi korporasi, karena MTN, NCD atau surat berharga komersial kan baru berkembang," ujarnya.
Itupun BI hanya akan menghitung obligasi korporasi yang memiliki peringkat (rating). Namun ketentuan peringkat tersebut belum rampung ditentukan BI. "Kami akan wajibkan dengan minimum rating tertentu. Tapi masih kita kaji ratingnya," ujar dia.
Begitu juga dengan besaran FFR yang dikategorikan "sehat" masih dikaji BI. Jika untuk LFR, BI mengatur ketentuan LFR perbankan di 78-92 persen. Selain untuk mendorong pembiayaan dari perbankan, kata Perry, ketentuan FFR ini juga untuk memperdalam pasar keuangan. "Kami harapkan juga memperdalam pasar keuangan. Dengan begitu akan lebih banyak obligasi, surat berharga komersial dan sebagainya," ujar dia