EKBIS.CO, JAKARTA -- Lukita menegaskan, kewajiban bagi pabrik untuk memproses ulang gula yang tak sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) agar dapat dilepas ke pasar dan tidak akan merugikan petani. Sebab, biaya untuk memproses ulang gula sepenuhnya menjadi tanggung jawab pabrik.
"Petani menerima bagi hasil dari gula yang sudah diproses dan yang bisa dijual. Jadi tidak ada petani dirugikan," ujarnya pada wartawan, usai meresmikan Pasar Kreasi Indonesia di Plaza Indonesia, Rabu (30/8).
Kewajiban bagi pabrik untuk memproses ulang gula bermula dari temuan Kementerian Perdagangan pada sejumlah pabrik milik BUMN yang gulanya berwarna kekuningan. Dari hasil uji laboratorium, diketahui bahwa gula tersebut tidak memenuhi SNI karena kadar ICUMSA-nya tinggi. Batas maksimum kadar ICUMSA yang diizinkan adalah 300. Sementara, menurut Enggar, sebagian gula bahkan kadar ICUMSA-nya mencapai 1.000.
"Apakah pemerintah membiarkan rakyatnya mengonsumsi gula yang tidak layak? Tentu tidak mungkin. Ya kita segel," kata Mendag.
Karena itu, agar gula dapat dikonsumsi, pemerintah meminta pabrik untuk memproses ulang komoditi tersebut. Apabila sudah diproses ulang dan memenuhi standar kualitas, Kementerian Perdagangan mengizinkan gula tersebut untuk dijual ke pasar.
Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Farmasi Kementerian BUMN, Wahyu Kuncoro menyebut, ada 42.562 ton gula yang masih disegel pemerintah. Ribuan ton gula tersebut tersebar di 18 pabrik gula milik BUMN. Terdiri dari 13 pabrik gula berada di bawah PT. Perkebunan Nusantara dan lima pabrik di bawah PT. RNI.
Wahyu menyebut, pihaknya akan mematuhi ketentuan Kemendag mengenai SNI. Karenanya, ia memastikan pabrik akan melakukan pemrosesan ulang. "BUMN akan memastikan kembali bahwa produksi gula yang ada di gudang benar-benar memenuhi persyaratan SNI," kata dia, saat dihubungi Republika.co.id. Kendati begitu, Wahyu mengaku, belum tahu berapa biaya yang dibutuhkan untuk memproses ulang ribuan ton gula tersebut.