Hidroponik memiliki metode yang beragam, salah satu yang cukup banyak diterapkan adalah hidroponik vertikultur. Pagi tadi, Republika.co.id berkesempatan melihat sistem hidroponik metode verti kultur yang berada di BBPP Lembang ini. Berada di lahan 8,5 kali 7 meter, investasi yang diperlukan sebesar Rp 18 juta.
Investasi tersebut adalah untuk penyiapan fasilitas berupaperangkat pipa dan atap untuk menghindari jatuhnya air hujan ke tanaman dan mengubahkonsentrasi nutrisi yang ada. Pada lahan tersebut, bisa menghasilkan sedikitnya Rp 6,7 juta per bulan dengan biaya produksi sebesar Rp 500 ribu. Waktu panen yang dibutuhkan pun terbilang singkat, hanya 30 hingga 40 hari.
"Tidak sampai lima bulan akan kembali (nilai investasi; red)," kata Bandel.
Sistem hidroponik ini rupanya menarik mahasiswa asal Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) Maria Garebi Banafanu. Mahasiswa PoliteknikPertanian Negeri Kupang ini bertolak dari tempat asalnya untuk mempelajari hidroponik di BBPP Lembang. Di Kupang sana, ia menceritakan, dalam jumlahterbatas sistem hidroponik telah diterapkan meski tidak maksimal.
Tanamannya kerdil karena terlalu panas, ujar perempuan 21 tahun tersebut.Ia menambahkan, mayoritas, di NTT tanaman yang telah memanfaatkan hidroponikadalah tomat, cabai, paprika, dan melon. Menurutnya, yang menempuh magang selamadua bulan di BBPP Lembang, masalah tersebut terjadi karena screen houseyang tidak bagus.
Idealnya, kata dia, suhu dalam screen house atau rumah kaca bisa diaturpada angka 23 derajat celsius. Sementara suhu di Kupang mencapai 31 hingga 32 derajat celsius.
Seharusnya screen uv didouble, ujarnya. Screen uv tersebut memiliki kemampuan megurangin intensitas yang masuk sehingga diharapkan, dengan penambahan screen uv akan mampu menyaring sinar uv yang tinggi di Kupang dan membuat kondisi tanaman dalam rumah kaca lebih sejuk.