EKBIS.CO, Tiga tahun sudah pemerintah Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Banyak capaian dari program yang digagasnya 2014 lalu, contohnya infrastruktur.
Sejak awal masa kepemimpinannya, infrastruktur seolah menjadi hal utama yang terus digenjot. Indonesia sentris menjadi patokan agar infrastruktur dibangun merata tidak terpusat hanya di Pulau Jawa.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera) Basuki Hadimuljono pernah mengatakan, ketersediaan infrastruktur ini diperlukan guna mewujudkan Nawacita dengan membangun konektivitas untuk meningkatkan daya saing, membangun dari pinggiran, mendukung ketahanan pangan dan air, serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat pada kawasan permukiman.
"Pembangunan infrastruktur di seluruh Indonesia semata-mata untuk mengejar ketertinggalan Indonesia dari negara tetangga sehingga daya saing kita bisa terus meningkat. Membangun infrastruktur bukan untuk bermewah-mewahan. Wilayah Indonesia bisa menjadi lebih atraktif untuk investasi," ujarnya beberapa waktu lalu.
Tanggung jawab besar diemban Kemenpupera dengan membangun konektivitas untuk membuka keterisolasian dan penurunan biaya logistik. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemenpupera Danis H Sumadilaga mengatakan, pihaknya ditargetkan penambahan panjang jalan baru sepanjang 2.600 kilometer (km).
Pembangunan jalan dan jembatan baru ini banyak dilakukan di kawasan timur Indonesia seperti Trans Kalimantan, Trans Papua, jalan perbatasan di Papua, Kalimantan dan Nusa Tenggara Timur (NTT). "Hingga tahun 2017 sudah terbangun 2.623 km atau telah melebihi target," ujar dia dalam paparan 3 tahun kinerja di Gedung Bina Graha awal pekan ini.
Namun pembangunan konektivitas akan terus dilanjutkan. Pembangunan jalan perbatasan Kalimantan dengan panjang mencapai 1.921 km ditargetkan tembus seluruhnya pada 2019. Dari angka tersebut, saat ini sudah berhasil ditembus oleh Kemenpupera bekerja sama dengan Zeni TNI sepanjang 1.588 km. Sementara target pembangunan jembatan sepanjang 29.859 meter sudah terbangun hingga Oktober 2017 sepanjang 25.149 meter.
Terkait jalan tol, kementerian yang berkantor di Jakarta Selatan ini menargetkan sedikitnya 1.000 km jalan tol hanya dalam kurun waktu lima tahun. Pihaknya memperikarakan pada akhir 2017 akan selesai sepanjang 568 km. Danis pun optimis pada 2019, jalan tol yang dapat diselesaikan bisa mencapai 1.851 km, hampir dua kali lipat dari target.
Seperti diketahui, Kemenpupera mendapat tugas dalam mendukung ketahanan pangan dan air. Sebanyak 65 bendungan di berbagai wilayah Indonesia diharapkan mampu menyuplai air bagi pertanian masyarakat karena akan menambah tampungan air Indonesia sebesar 19,1 miliar meter kubik. Sebanyak 65 bendungan tersebut terdiri dari 49 bendungan baru dan 16 bendungan lanjutan
"Pembangunan bendungan sangat vital untuk memenuhi kebutuhan air irigasi, air baku, pengendalian banjir, pembangkit listrik serta memiliki potensi pariwisata," kata dia.
Sejak 2015 hingga tahun ini sebanyak 39 bendungan dalam proses pembangunan. Sementara tujuh bendungan telah selesai hingga kini yakni Bendungan Rajui, Jatigede, Bajulmati, Nipah, Titab, Paya Seunara dan Teritib. Pada 2017 pihaknya menargetkan dua bendungan lagi selesai yaitu Bendungan Raknamo di NTT dan Tanju di NTB.
Selain bendungan, dalam tiga tahun ini juga telah terbangun jaringan irigasi permukaan 529.335 hektare dari target lima tahun sebanyak satu juta hektare. Dari banyak capaian target program Kemenpupera, Danis mengaku untuk penataan kawasan permukiman perkotaan kemungkinan hingga 2019 tidak tercapai.
Untuk sektor infrastruktur permukiman, dari target tambahan pasokan air minum 34.319 liter per detik hingga tahun 2019, dalam tiga tahun ini telah mencapai 16.117 liter per detik. Target infrastruktur sanitasi dan persampahan yang bisa melayani 12,1 juta kepala keluarga dalam tiga tahun telah mencapai 7,7 juta kepala keluarga.
Sementara untuk penataan kawasan permukiman yang ditargetkan bisa tertangani seluas 38.431 hektare, hingga 2017 telah ditangani 6.763 hektare atau 17,55 persen. "Penataan kawasan permukiman perkotaan kemungkinan tidak tercapai, mengingat kompleksitas masalah sosial," ujarnya.
Diakui Danis, butuh waktu yang cukup lama untuk sosialisasi kepada masyarakat serta diperlukan kerjasama berbagai pihak. "Tidak mudah menata kawasan kumuh, apalagi jika harus memindahkan keluarga atau komunitas," kata dia.
Sementara untuk Program Satu Juta Rumah, sudah terbangun 2,2 juta unit yang diperuntukkan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Dari angka tersebut, 15 persen pendanaannya berasal dari stimulan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hal tersebut membuat sulitnya pemenuhan target satu juta rumah tiap tahun. Untuk itu, ia melanjutkan, pihaknya mendorong swasta, BUMN dan Real Estat Indonesia (REI) untuk lebih aktif terlibat membangun rumah MBR.
Salah satunya melalui konsep hunian terintegrasi stasiun kereta atau Transit Oriented Development (TOD) yang telah diresmikan di Pondok Cina (Depok), Tanjung Barat (Jakarta Selatan) dan Senen (Jakarta Pusat). Hunian TOD ini juga akan dibangun di stasiun Depok dan Bogor.
Sebab, terobosan hunian tersebut mampu mengurangi secara bertahap backlog perumahan di Indonesia yang saat ini mencapai 11,4 juta unit rumah. Tentunya dengan dukungan kebijakan pemerintah melalui penyederhanaan perizinan dan memangkas perizinan yang kurang produktif.