Jumat 10 Nov 2017 17:46 WIB

ISEF Dorong RI Jadi Pusat Ekonomi Digital di Asia Tenggara

Rep: Binti Sholikah/ Red: Budi Raharjo
Pengunjung melihat Shari’a Expo dalam acara Indonesia Shari'a Economic Festival (ISEF) 2017 di Grand City, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (8/11).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Pengunjung melihat Shari’a Expo dalam acara Indonesia Shari'a Economic Festival (ISEF) 2017 di Grand City, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (8/11).

EKBIS.CO, SURABAYA -- Industri perusahaan teknologi berbasis aplikasi untuk layanan keuangan (financial technology/fintech) tengah ikut serta menjadi pemain dalam sektor keuangan nasional. Perusahaan fintech yang fokus pada sektor usaha mikro ini ditargetkan dapat mendorong perekonomian nasional.

Deputi Gubernur Bank Indonesia, Sugeng, mengatakan hingga Agustus 2017 sesuai data Asosiasi Fintech Indonesia, terdapat 184 perusahaan fintech. Mereka bergerak dalam empat kategori, yakni deposit, lending and capital raising; payment, clearing, and settlements; investment and risk management; serta market provisioning. Fintech payment memiliki pangsa pasar terbesar mencapai 42 persen atau 77 pelaku.

Dari sisi nominal transaksi Fintech di Indonesia selama 2017 mencapai 18,65 miliar dolar AS. Sebagian besar berasal dari kategori fintech payment yang sebesar 18,61 miliar dolar AS. Transaksi tersebut diperkirakan meningkat ke depan menjadi 37 miliar dolar AS pada 2021.

"Peningkatan transaksi yang bergerak eksponensial tersebut akan membawa fintech berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi. Tentunya juga akan mengarah ke fintech syariah terutama di era sistem pembayaran digital," jelasnya dalam acara seminar nasional Growing Demand for Fintech in Islamic Finance and Its Challenges, yang merupakan rangkaian acara Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2017, di Grand City Convex, Surabaya, Jumat (10/11).

Karenanya, regulator terus memberikan ruang untuk perusahaan fintech melakukan inovasi. Tapi Bank Indonesia juga konsen terhadap kehati-hatian agar fintech yang berkembang cepat tidak memberikan dampak negatif bagi ketidakstabilan sistem keuangan termasuk risiko sistemik.

Menurutnya, peran pemerintah sangat besar dalam mendorong idigital ekonomi di Indonesia. "Pemerintah menargetkan Indonesia menjadi negara ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara pada 2020. Valuasi bisnis ditargetkan mencapai 130 juta dolar AS dengan mendorong 1.000 start up mengembangkan digital teknologi," ungkapnya.

Bank Indonesia juga berupaya untuk lebih dekat dengan laju inovasi dan industri fintech dengan mensirikan Bank Indonesia Financial Technologi Office. BI Fintech Office tersebut memiliki empat fungsi. Di antaranya, menjadi katalisator dan fasilitator bagi pertukaran ide inovatif pengembangkan fintech.

Kedua, menjalankan business intelligence yang mengikuti dan memberikan update informasi terkait fintech. Ketiga, melakukan fungsi asesmen berupa pemantauan dan pemetaan atas manfaat sekaligus risiko dari fintech. Serta keempat, melakukan koordinasi dan komunikasi dalam memberikan pemahaman atas kerangka pengaturan kepada pelaku fintech dan masyarakat, serta mendorong harmonisasi lintas otoritas.

BI telah terbitkan Peraturan Bank Indonesia Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran. Kententuan tersebut mengatur penyelenggaraan model bisnis fintech seperti penyedia internet payment gateway dan penyelenggara electonic wallet.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement