Sabtu 13 Jan 2018 10:41 WIB

BI Tegaskan Mata Uang Virtual Dilarang di Indonesia

Rep: Idealisa Masyrafina / Red: Reiny Dwinanda
Bitcoin.
Foto: Reuters/Benoit Tessier
Bitcoin.

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa mata uang virtual (virtual currency), termasuk bitcoin, tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah. Penggunaannya dilarang sebagai alat pembayaran di Indonesia.  "Pemilikan virtual currency sangat berisiko dan sarat akan spekulasi," ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Agusman, Sabtu (13/1).

Agusman menyatakan, kebijakan  tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang yang menyatakan bahwa mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia dan setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, atau kewajiban lain yang harus dipenuhi dengan uang, atau transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib menggunakan Rupiah.

Agusman menjelaskan, mata uang virtual sangat berisiko karena tidak ada otoritas yang bertanggung jawab, tidak terdapat administrator resmi, tidak terdapat underlying asset yang mendasari harga mata uang virtual serta nilai perdagangan sangat fluktuatif sehingga rentan terhadap risiko penggelembungan, serta rawan digunakan sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme.

"Karena hal ini dapat mempengaruhi kestabilan sistem keuangan dan merugikan masyarakat maka Bank Indonesia memperingatkan kepada seluruh pihak agar tidak menjual, membeli atau memperdagangkan mata uang virtual," ujar Agusman.

Sebagai otoritas sistem pembayaran, Bank Indonesia melarang seluruh penyelenggara jasa sistem pembayaran, dan penyelenggara Teknologi Finansial di Indonesia baik Bank dan Lembaga Selain Bank untuk memproses transaksi pembayaran dengan mata uang virtual. Sistem pembayaran yang dimaksud termasuk prinsipal, penyelenggara switching, penyelenggara kliring, penyelenggara penyelesaian akhir, penerbit, acquirer, payment gateway, penyelenggara dompet elektronik, dan penyelenggara transfer dana

Pelarangan tersebut merupakan bentuk perlindungan konsumen dan mencegah praktik-praktik pencucian uang dan pendanaan terorisme sebagai bagian dari tugas Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas sistem keuangan.

"Hal ini sebagaimana diatur dalamPBI 18/40/PBI/2016tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran dan dalamPBI 19/12/PBI/2017tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial," jelas Agusman.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement