Rabu 28 Feb 2018 15:21 WIB

Komite Keselamatan Konstruksi Akui Pekerja Kerja Berlebihan

Ada sejumlah pekerjaan tidak bisa dihentikan sebelum sepenuhnya selesai.

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Nur Aini
Suasana kondisi tiang girder proyek pembangunan Tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu) yang ambruk di Jalan DI Panjaitan, Jakarta, Selasa (20/2).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Suasana kondisi tiang girder proyek pembangunan Tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu) yang ambruk di Jalan DI Panjaitan, Jakarta, Selasa (20/2).

EKBIS.CO, JAKARTA -- Ketua Komite Keselamatan Konstruksi (KKK) Syarief Burhanuddin tidak membantah adanya pekerja yang bekerja berlebihan atau over time. Alasannya, beberapa pekerjaan tidak bisa dihentikan sebelum terselesaikan secara penuh.

"Misalnya pengecoran, pengecoran kan tidak bisa berhenti di tengah jalan, harus tuntas. Tapi bukan pekerjaan tiap hari, hanya di saat-saat tertentu saja," ujarnya saat ditemui dalam acara Gerakan Nasional Keselamatan Konstruksi di Gedung Dekanat Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Rabu (28/2).

Sebab, jika pengecoran dihentikan maka akan mengeras dan mengganggu tahapan pekerjaan lainnya. Kendati demikian, perlu perbaikan dalam penataan manajemen dan kedisiplinan agar pekerja tidak over time.

Dalam kurun waktu enam bulan terakhir, sedikitnya ada 12 kegagalan konstruksi. Penyebab paling banyak adalah Sumber Daya Manusia (SDM). Sebab, dari sisi teknologi relatif baik dan sudah banyak dilakukan. "Jadi lebih banyak dari sisi kedisiplinan dalam bekerja," ujar dia.

Untuk itu, dia menilai diperlukan pengawasan, bukan hanya dari konsultan, tetapi juga owner proyek tersebut. Untuk diketahui, dalam proyek konstruksi, pelaksanaan pekerjaan dilakukan oleh kontraktor dengan pengawasan dan persetujuan konsultan pengawas yang dipekerjakan oleh pemilik pekerjaan. "Konsultan pengawas harus melihat secara detail tahapan pelaksanaan pekerjaan. Pekerjaan tidak bisa dilanjutkan tanpa persetujuan konsultan pengawas," ujarnya.

Sebelumnya, Syarief yang juga menjabat sebagai Dirjen Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menjelaskan ada delapan kriteria penilaian dalam melakukan evaluasi. Pertama adalah desain dapat dibangun dengan selamat, memenuhi ketentuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) konstruksi, menggunakan tenaga kerja kompeten bersertifikat, menggunakan peralatan yang memenuhi standar kelaikan, menggunakan material yang memenuhi standar mutu sesuai SNI, menggunakan teknologi yang memenuhi standar kelaikan, melaksanakan Standar Operasi dan Prosedur (SOP) dan terakhir adanya keberadaan konsultan pengawas. "Di samping itu juga dilakukan kunjungan ke lapangan oleh tim KKK," ujarnya.

Syarief pun meminta pemilik maupun pelaksana proyek yang dihentikan sementara pekerjaan konstruksi layangnya untuk segera menyampaikan dokumen yang dibutuhkan guna segera dilakukan evaluasi. Evaluasi ini tentunya tidak akan menghambat pekerjaan konstruksi di lapangan, bahkan meningkatkan keamanan dan keselamatan konstruksi. "Kecepatan penting tetapi keselamatan harus diutamakan," ujarnya.

Untuk diketahui, terdapat delapan kriteria pekerjaan konstruksi layang yang dihentikan sementara, yakni pekerjaan menggunakan balok/gelagar-I beton langsing, menggunakan sistem hanging scaffolding, balance cantilever precast/in situ, launcher beam/frame, pekerjaan dengan tonase besar, pekerjaan yang mempunyai rasio kapasitas angkat terhadap beban kurang dari lima, pekerjaan dengan faktor keamanan sistem bekisting kurang dari empat dan pekerjaan menggunakan sistem kabel.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement