EKBIS.CO, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengembalikan 41 dokumen pendaftaran perusahaan teknologi finansial (fintech). Hal itu karena perusahaan dinilai tidak mampu memenuhi kewajiban memitigasi risiko.
OJK mencatat sebanyak 54 perusahaan teknologi finansial (fintech) penyedia layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi (peer-to-peer lending/p2p) telah berizin. Jumlah itu terdaftar hingga akhir Mei 2018.
"Yang sudah terdaftar dan berizin di OJK 54 perusahaan, terdiri dari 53 konvensional dan satu syariah," kata Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan "Fintech" OJK Hendrikus Passagi dalam temu media di Jakarta, Senin (4/6).
Ia mengatakan terdapat 34 perusahaan fintech p2p yang sedang dalam proses pendaftaran. Saat ini juga terdapat 35 yang sedang melakukan audiensi atau pendekatan awal dengan OJK.
Selain itu, terdapat 41 perusahaan fintech p2p yang dokumennya dikembalikan. Pengembalian dokumen tersebut terutama dikarenakan perusahaan tidak mampu memenuhi kewajiban memitigasi risiko.
Hendrikus berpendapat bahwa perusahaan fintech P2P dapat dianalogikan sebagai mobil berkecepatan tinggi. Oleh karena itu, penting untuk dipastikan siapa yang mengendalikan agar kemudian tidak menimbulkan musibah.
OJK perlu untuk menilai kepemilikan dan pengelolaan perusahaan fintech p2p, seperti profil pemegang saham, komisaris, dan direksi perusahaan. "Yang kami kembalikan umumnya tidak jelas kepemilikannya," kata dia.
Selain itu, OJK mengecek prosedur operasi standar mengenai antipencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme (APU/PPT), pinjam-meminjam, dan penanganan risiko. "Kami juga datang ke kantornya. Kalau kantornya tidak jelas, maka nasabah mau ke mana kalau harus mengadu," ujar Hendrikus.
OJK juga mendorong perusahaan fintech p2p untuk serius memberikan edukasi mengenai model bisnis teknologi finansial. Hal itu sekaligus mengembangkan jumlah nasabah di luar Pulau Jawa.