EKBIS.CO, JAKARTA -- Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani menilai, perlu mencermati kebutuhan impor dalam negeri. Hal ini lantaran impor bisa terus menekan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
"Memang yang diperlukan bukan kontrol devisa tapi pemerintah perlu melihat kebutuhan impor sehingga bisa diatur," kata Aviliani di Jakarta, Selasa (3/7).
Ia mengatakan, pemerintah perlu memperhatikan hal itu karena persoalan eksternal belum dapat diselesaikan dalam jangka waktu pendek. Menurutnya, dengan adanya perang dagang dan kebijakan Presiden AS Donald Trump yang sulit ditebak membuat seluruh mata uang dunia mengalami fluktuasi.
"Pengusaha besar yang butuh impor itu berapa banyak kebutuhannya tiap bulan kemudian persediaan mereka berapa banyak. Jangan sampai dengan pelemahan rupiah ini orang malah makin memborong dolar. Ini harus dijaga," kata Aviliani.
Baca juga, Rupiah Melemah, Menkeu: Kita Seleksi Impor.
Pemerintah diminta untuk tidak hanya fokus pada pertumbuhan ekonomi tapi juga fokus menggenjot ekspor dan sektor pariwisata karena bisa menghasilkan devisa. Ia menjelaskan, dampak dari pertumbuhan ekonomi cenderung diikuti dengan peningkatan impor.
Oleh karena itu, pemerintah perlu mencari sumber pertumbuhan ekonomi yang tidak menimbulkan impor besar salah satunya dengan pariwisata. "Pariwisata kita ini sepertinya belum digarap secara baik sehingga ketika libur panjang malah orang Indonesia yang ke luar negeri. Jadi malah devisa banyak keluar," kata Aviliani.
Dalam hal ini, ujarnya, perlu ada pendekatan moral kepada para pengusaha untuk menempatkan dananya di dalam negeri. Selain itu, importir juga diimbau untuk mengatur pola pembayaran sehingga tidak terus membebani rupiah.
"Untuk importir coba menahan bagaimana caranya supaya impor itu bisa diatur cara membayarnya supaya tidak bersama-sama karena itu buat rupiah kita melemah," katanya.
Petugas teller menghitung pecahan uang rupiah di Kantor Pusat Bank Mandiri, Kamis (28/6).
Secara terpisah, Pemerintah berencana untuk lebih selektif dalam melakukan impor. Hal itu guna memperbaiki neraca transaksi berjalan yang masih mengalami defisit. Untuk diketahui, neraca transaksi berjalan defisit sebesar 2,1 persen terhadap PDB pada kuartal pertama 2018.
"Kita akan mulai meneliti kebutuhan impor, apakah itu memang betul-betul yang dibutuhkan untuk perekonomian Indonesia dan secara selektif akan meneliti siapa-siapa yang membutuhkan apakah itu dalam bentuk bahan baku ataupun barang modal," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di kompleks Parlemen, Jakarta pada Selasa (3/7).