Kamis 05 Jul 2018 06:55 WIB

Kondisi Apartemen di Jakarta 'Dihantui' Daya Beli

Akan ada 64.660 unit apartemen baru.

Red: Teguh Firmansyah
Serapan Unit Apartemen. Pekerja mengerjakan pembangunan apartemen di Jakarta, Rabu (7/3).
Foto: Republika/ Wihdan
Serapan Unit Apartemen. Pekerja mengerjakan pembangunan apartemen di Jakarta, Rabu (7/3).

REPUBLIKA.CO.ID JAKARTA -- Kondisi penjualan pasar apartemen wilayah DKI Jakarta dinilai belum terlalu bergairah. Penjualan masih "dihantui"  tingkat daya beli masyarakat yang masih belum solid untuk mendukung sektor properti.

"Masalah daya beli dan faktor sentimen negatif masih menghantui pasar apartemen hingga semester I-2018," kata Senior Associate Director Colliers International Indonesia, Ferry Salanto, di Jakarta, Rabu (4/7).

Menurut Ferry Salanto, sejumlah sentimen negatif tersebut antara lain adalah karena yield dari hasil pembelian apartemen masih belum terlalu besar, serta pasar sewanya dinilai belum terlalu hidup.

Ia mengungkapkan, untuk saat ini, tingkat penjualan apartemen untuk kelas menengah-bawah relatif masih lebih baik daripada tingkat penjualan apartemen untuk kelas menengah-atas.

Berdasarkan data Colliers, ke depannya akan masuk 64.660 unit apartemen baru (33 persen dari total pasokan pada saat ini) yang akan beroperasi sejak 2018 hingga 2021.

Selain itu, kata dia, harga rata-rata apartemen di Jakarta masih belum bergerak banyak sejak akhir 2017. Kenaikan harga apartemen pada periode 2011-2015 bisa sekitar 20 persen per tahun, namun setelah 2015 di bawah 10 persen/tahun.

Sebelumnya, kebijakan yang dilakukan pemerintah diharapkan dapat berfokus untuk meningkatkan dan menjaga daya beli kalangan pekerja agar peningkatan upah yang mereka terima tidak tergerus dengan tingkat inflasi pada waktu yang bersamaan.

Kepala BPS Kecuk Suhariyanto di Jakarta, Senin (25/6), menyatakan, upah nominal harian buruh bangunan pada Mei 2018 naik 0,14 persen dibandingkan dengan upah April 2018, yaitu dari Rp85.983 menjadi Rp86.104 per hari. Sementara upah riil mengalami penurunan sebesar 0,07 persen.

Baca juga,  Apartemen Skandinavia Ramaikan Pilihan Properti di Tangsel.

Sebagaimana diketahui, upah nominal buruh atau pekerja adalah rata-rata upah harian yang diterima buruh sebagai balas jasa pekerjaan yang telah dilakukan.

Sedangkan upah riil adalah perbandingan antara upah nominal dengan indeks konsumsi rumah tangga.

Dengan demikian, bila upah riil buruh bangunan mengalami penurunan, maka dapat dikatakan kenaikan upah nominal yang mereka terima ternyata masih lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan indeks konsumsi rumah tangga sehari-hari mereka.

Masih berdasarkan data BPS, untuk upah nominal harian buruh tani nasional pada Mei 2018 naik 0,36 persen dibandingkan upah buruh tani April 2018, yaitu dari Rp51.864 menjadi Rp52.052 per hari, sedangkan upah riil buruh tani meningkat 0,17 persen.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement